Lembaga dunia seperti the World Bank (Bank Dunia, WB)) adalah simbol dan sekaligus sebuah praksis yang menjadi salah satu faktor penentu (determinant factor) ekonomi dan politik global. Tak beda dengan International Monetary Fund alias Dana Moneter Internasional (IMF) yang juga merupakan lembaga dunia yg punya pengaruh sama, khususnya bagi kapitalisme global. Jika WB dan IMF sudah berkata, memuji atau menghardik, pasti reaksi nasional, regional dan global terjadi. Jika yg pertama terjadi, maka sumringahlah responnya, tetapi jika yg terakhir yang muncul maka kegelisahan bisa muncul.
Tetapi apakah benar setiap pujian dan kemarahan BD dan IMF akan menyebabkan sebuah keniscayaan tak terhindarkan tersebut? Banyak pro-kontra untuk menjawab pertanyaan sederhana itu. Kajian, buku, artikel jurnal, kebijakan politik, bahkan gerakan-gerakan politik, ekonomi, dan sosial telah dan sedang serta akan muncul karenanya.
Kata putus belum ada, seperti banyak sekali perkara di dunia yg melibatkan begitu banyak faktor lain di luar apa yg dikatakan dua lembaga dunia tsb. Bahagia dan nestapa masih terbuka dan kedua lembaga tsb tetap saja tak bisa menjadi pemberi akhir kata! Lihatlah Indonesia, misalnya. Saat krisis ekonomi 1998 (yg ikut menjadi sebab tumbangnya salah satu rezim otoriter paling kuat di ASEAN itu), Presiden H M Soeharto (HMS) menandatangani MOI dengan IMF atas anjuran AS, dibawah Presiden Bill Clinton. HMS ingin segera bisa keluar dr krisis moneter yg bermuara dari Thailand, tetapi memukul keras Indonesia. IMF di bawah Michel Camdessus dan Menteri Keuangan AS, Larry Summers pun turun tangan "membantu" RI agar keluar dari krisis.
Hasilnya anda semua tahu: Krisis moneter tak berhasil di kendalikan, krisis politik dan legitimasi marak dan, akhirnya, IMF tak bisa menyelamatkan rezim tsb! Bagaimana dg peran WB dalam mengatasi ekonomi dan politik negara seperti RI? Tergantung bagaimana posisi anda dan perspektif anda. Pihak yg menganggap WB adalah penolong utama dalam menyelamatkan ekonomi dan politik dunia, tentu saja akan berbusa-busa menunjukkan pentinya restu dan bantuan lembaga dunia tersebut. Bagi yag kritis thdnya, tak kurang pula argumen, fakta, dan bukti yang bisa dipakai menujukkan bagaimana lembaga tersebut justru memperbesar ketergantungan, utang, dan menurunnya kemandirian suatu bangsa yg berdaulat karena pengaruh dan cengkeraman kebijakan dan resep2nya.
Karena itu pula, dalam memahami pujian dan dukungan WB terhadap kebijakan Pemerintah PJ dalam membentuk UU Ciptaker saat ini, penting juga diingat apa yg pernah dialami negeri ini dan negara lain. IMF dan WB jelas merupakan lembaga-lembaga dunia yang nyaris tak terelakkan pegaruhnya. Apalagi mereka juga ditopang negara-negara paling maju, paling industrial, paling besar dan kuat, dsb. Namun pengalaman historis yg terjadi pada penghujung tahun 1990an di Indonesia, atau di Iran th 1970an, atau Nicaragua, Filipina, dll yang semuanya ada kaitannya dengan "bantuan" kedua lembaga dunia tsb, mesti dipertimbangkan pula.
Jika kini WB memuji UU Ciptaker, tetapi sebagian dari masyarakat sipil Indonesia menolak, maka bisa diperkirakan ada perkara-perkara yg subtil yg mesti diperhatikan juga oleh Pemerintah PJ. Bukan hanya di "dismiss" alias ditolak dan dituding sebagai sebuah laku yang didorong oleh kemarahan, disinformasi, apalagi sekadar hoax. Penyelesaian legal formal, kendati mungkin akan bisa menyelesaikan masalah secara resmi, tetapi persoalan struktural dan sistemik tak akan menghilang begitu saja. Malah bisa saja menjadi bengkalai masalah-masalah bagi pemerintah selanjutnya! Belum lagi jika dimasukkan juga kalkulus politik dan kehidupan berdemokrasi sekarang dan yang akan datang. Apakah sistem demokrasi kita, yang saat ini sedang mengalami setback, tidak akan bertambah parah?
Sejarah, kata filsuf George Santayana, haruslah menjadi salah satu alat kita untuk belajar. Agar kita tak dipaksa untuk mengulang-ulangnya terus menerus. IMHO
Simak tautan ini:
1. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201016110932-532-559120/bank-dunia-dukung-omnibus-law-pemerintahan-jokowi-dan-dpr
2. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201017192404-532-559624/beda-pernyataan-bank-dunia-tentang-omnibus-law-ciptaker
3. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180726100401-532-317082/presiden-clinton-pernah-minta-soeharto-kerja-sama-dengan-imf
4. https://www.worldbank.org/en/news/press-release/2020/10/12/debt-burden-of-least-developed-countries-continues-to-climb-to-a-record-744-billion-in-2019
5. https://bizlaw.id/read/31131/Faisal-Basri-Mas-Jokowi-Jangan-Terbuai-Puja-puji-Bank-Dunia-untuk-UU-Cipta-Kerja-Dengarlah-Rintihan-Rakyat
6. https://akurat.co/ekonomi/id-1226086-read-faisal-basri-ke-jokowi-jangan-dengar-celoteh-bank-dunia-dengarkan-rintihan-rakyat
Kata putus belum ada, seperti banyak sekali perkara di dunia yg melibatkan begitu banyak faktor lain di luar apa yg dikatakan dua lembaga dunia tsb. Bahagia dan nestapa masih terbuka dan kedua lembaga tsb tetap saja tak bisa menjadi pemberi akhir kata! Lihatlah Indonesia, misalnya. Saat krisis ekonomi 1998 (yg ikut menjadi sebab tumbangnya salah satu rezim otoriter paling kuat di ASEAN itu), Presiden H M Soeharto (HMS) menandatangani MOI dengan IMF atas anjuran AS, dibawah Presiden Bill Clinton. HMS ingin segera bisa keluar dr krisis moneter yg bermuara dari Thailand, tetapi memukul keras Indonesia. IMF di bawah Michel Camdessus dan Menteri Keuangan AS, Larry Summers pun turun tangan "membantu" RI agar keluar dari krisis.
Hasilnya anda semua tahu: Krisis moneter tak berhasil di kendalikan, krisis politik dan legitimasi marak dan, akhirnya, IMF tak bisa menyelamatkan rezim tsb! Bagaimana dg peran WB dalam mengatasi ekonomi dan politik negara seperti RI? Tergantung bagaimana posisi anda dan perspektif anda. Pihak yg menganggap WB adalah penolong utama dalam menyelamatkan ekonomi dan politik dunia, tentu saja akan berbusa-busa menunjukkan pentinya restu dan bantuan lembaga dunia tersebut. Bagi yag kritis thdnya, tak kurang pula argumen, fakta, dan bukti yang bisa dipakai menujukkan bagaimana lembaga tersebut justru memperbesar ketergantungan, utang, dan menurunnya kemandirian suatu bangsa yg berdaulat karena pengaruh dan cengkeraman kebijakan dan resep2nya.
Karena itu pula, dalam memahami pujian dan dukungan WB terhadap kebijakan Pemerintah PJ dalam membentuk UU Ciptaker saat ini, penting juga diingat apa yg pernah dialami negeri ini dan negara lain. IMF dan WB jelas merupakan lembaga-lembaga dunia yang nyaris tak terelakkan pegaruhnya. Apalagi mereka juga ditopang negara-negara paling maju, paling industrial, paling besar dan kuat, dsb. Namun pengalaman historis yg terjadi pada penghujung tahun 1990an di Indonesia, atau di Iran th 1970an, atau Nicaragua, Filipina, dll yang semuanya ada kaitannya dengan "bantuan" kedua lembaga dunia tsb, mesti dipertimbangkan pula.
Jika kini WB memuji UU Ciptaker, tetapi sebagian dari masyarakat sipil Indonesia menolak, maka bisa diperkirakan ada perkara-perkara yg subtil yg mesti diperhatikan juga oleh Pemerintah PJ. Bukan hanya di "dismiss" alias ditolak dan dituding sebagai sebuah laku yang didorong oleh kemarahan, disinformasi, apalagi sekadar hoax. Penyelesaian legal formal, kendati mungkin akan bisa menyelesaikan masalah secara resmi, tetapi persoalan struktural dan sistemik tak akan menghilang begitu saja. Malah bisa saja menjadi bengkalai masalah-masalah bagi pemerintah selanjutnya! Belum lagi jika dimasukkan juga kalkulus politik dan kehidupan berdemokrasi sekarang dan yang akan datang. Apakah sistem demokrasi kita, yang saat ini sedang mengalami setback, tidak akan bertambah parah?
Sejarah, kata filsuf George Santayana, haruslah menjadi salah satu alat kita untuk belajar. Agar kita tak dipaksa untuk mengulang-ulangnya terus menerus. IMHO
Simak tautan ini:
1. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201016110932-532-559120/bank-dunia-dukung-omnibus-law-pemerintahan-jokowi-dan-dpr
2. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201017192404-532-559624/beda-pernyataan-bank-dunia-tentang-omnibus-law-ciptaker
3. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180726100401-532-317082/presiden-clinton-pernah-minta-soeharto-kerja-sama-dengan-imf
4. https://www.worldbank.org/en/news/press-release/2020/10/12/debt-burden-of-least-developed-countries-continues-to-climb-to-a-record-744-billion-in-2019
5. https://bizlaw.id/read/31131/Faisal-Basri-Mas-Jokowi-Jangan-Terbuai-Puja-puji-Bank-Dunia-untuk-UU-Cipta-Kerja-Dengarlah-Rintihan-Rakyat
6. https://akurat.co/ekonomi/id-1226086-read-faisal-basri-ke-jokowi-jangan-dengar-celoteh-bank-dunia-dengarkan-rintihan-rakyat
0 comments:
Post a Comment