Thursday, May 3, 2012

"SOLUSI BOGOR" UNTUK MASALAH GEREJA GKI YASMIN HANYA PENCITRAAN DAN BUKAN SUBSTANTIF

Sebuah "solusi" telah disepakati untuk memecahkan masalah pembangunan Gereja GKI Yasmin Bogor. Menurut laporan harian the Jakarta Post (3/5/12), pihak-pihak yang selama ini menentang pembangunan Gereja (termasuk di dalamnya Walikota Bogor) telah setuju jika ummat Islam dibuatkan sebuah Masjid di dekat Gereja tsb. Apakah solusi seperti inisudah tepat ataukah hanya sebuah solusi ad-hoc belaka?

Saya termasuk skeptis dg 'solusi' model ini, kendati utk jangka pendek dan dalam rangka memberi "muka" kpd kelompok yg menolak Gereja GKI, bisa saja sudah dianggap cukup. Sebab, kalau kita melihat solusi ini  bukan hanya dari perspektif kepentingan sesaat dan/atau dari konteks kota Bogor, maka berbagai pertanyaan akan segera muncul. Misalnya, apakah model "solusi" seperti ini lantas bisa menjadi rujukan nasional bagi setiap konflik yg muncul terkait pembangunan rumah ibadat? Pertanyaan lain, apakah jika seandainya suatu komunitas non-Muslim (katakanlah ummat Kristen) dlm posisi sebagai mayoritas, maka setiap Mesjid dibangun di dalam komunitas tersebut juga harus dibarengi dengan pembangunan sebuah Gereja di dekatnya? Belum lagi pertanyaan terkait biaya pembangunan. Bukan rahasia lagi bahwa pembangunan sebuah Masjid akan lebih mudah mendapat anggaran yg bersumber dari Pemerintah/Negara, apalagi di wilayah spt Jabar, Jatim, dan Jateng. Sementara, untuk pembangunan Gereja hampir tidak atau sulit, kalaupun mencoba, untuk bisa mendapatkan bantuan Negara. Lalu apakah karena ummat Islam mayoritas di negeri ini, lalu ummat lain tdk perlu memperoleh bantuan anggaran darinegara? 

Kalau "solusi Bogor" dikaitkan dengan Syi'ar Islam, patut dipertanyakan bagaimana dengan kondisi Masjid yang kosong karena sudah begitu banyaknya Masjid yg terkonsentrasi dalam sebuah lokasi strategis di suatu kota? Walhasil, solusi tersebut menurut hemat saya hanyalah sebvuah pencitraan dan sama sekali tdk substantif. Itu adalah ibarat memecahkan masalah seorang anak kecil yg ngambek karena iri ada anak lain yang punya mainan atau permen. Si anak yg ngambek mendapat mainan dan/atau permen pengganti supaya tdk mengganggu anak lain atau ribut sehingga memalukan orang tuanya.
 

Atau, jangan-jangan, memang secara psikologis sebagian dr ummat Islam di negeri ini masih belum 'dewasa'?
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS