Inilah kabar kedua tentang silang pendapat antara Jokowi dan JK, sebelum dilantik sebagai Presiden dan Wapres 2014-2019, terkait pembentukan Kabinet. Sebelumnya saya sudah posting kritik saya terhadap hal seperti ini dengan memberi peringatan bahwa inilah resiko menjadikan JK sebagai Wapres. Ia tidak bisa mengendalikan dirinya untuk tidak intervensi thd Presiden, persis seperti yang dilakukannya thd Pak SBY pada Kabinet KIB I (2001-1009). Akibatnya, relasi SBY-JK tidak harmonis dan ujung-2nya SBY ganti memilih Pak Boed utk Wapres periode 2009-12014.
Kebiasaan seperti ini tampaknya memang sudah mendarah daging dantak bisa diubah, tetapi mungkin bisa dicegah dengan cara memndudukkan JK pada posisinya, yaitu Wapres secara Konstitusional, yang tidak lain dan tidak bukan adalah pembantu dan sekaligus ban serep bagi Presiden jika berhalangan. Wapres tidak bisa terlalu ngriwuki alias mencampuri urusan yang sudah menjadi prerogatif Presiden, termasuk urusan angkat mengangkat pembantunya alias membentuk Kabinet. Wapres harus mau menerima keputusan CEO yg bernama Presiden dan melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. Kalau belum apa-apa sudah ngeyel dan dua kali sebelum dilantik sudah ribut dengan Presiden, maka namanya Wapres usilan dan tidak akan bisa membangun chemistry yg baik.
Pendukung JK tentu akan sewot dengan analisa saya. Tapi itulah faktanya. Jokowi, sebagai seorang Presiden yg memiliki kekuasaan dan wewenang konstitusional membentuk Kabinet, bisa saja meminta saran dan nasihet JK yg konon sudah berpengalaman itu. Tetapi nasihat dan saran, bukanlah pengeyelan. Sehebat apapun JK, dia hanya Wapres. Alasan bahwa kalau kementerian digabung lalu sudah melakukan kerja, saya kira omong kosong saja. JK hanya ingin agar ada posisi dibagi-bagi kepada para politisi ketika ia bersikukuh agar jabatan Menteri untuk politisi dipertahankan. JK bukan Presiden, sekali lagi ia harus diberitahu itu. Dan dia juga tidak setara dengan Jokowi sebagai Kepala Pemerintahan.
Ini belum lagi kalau nanti JK juga harus berurusan dengan parpol yang menjadi induk Jokowi, yaitu PDIP. Kalau ia suka ngotot seperti itu, niscaya relasi antara dirinya dengan partai akan tidak harmonis. Bisa saja JK akan mencoba menguasai Golkar kembali pasca ARB nanti, tetapi posisi Golkar dalam koalisi pendukung Jokowi juga tetap tidak memberinya kekuatan utk memaksakan kehendak.
Sekali lagi saya melihat bahwa perilaku politik JK sudah sangat mudah ditebak dalam upaya melakukan intervensi terhadap Pemerintahan Jokowi, karena masa lalu yang juga masih mudah ditelusuri. Jokowi memang belum punya pengalaman sebagai Wapres atau Presiden. tetapi hal itu sama sekali tidak bisa dipakai alasan oleh JK dan para pendukungnya untuk membuat Pemerintahan baru yang dipilih secara demokratis oleh rakyat Indonesia itu lantas dianggap "all game" alias permainan politik kekuasaan biasa saja.
JK lebih baik sadar dan mampu mengendalikan dirinya. Indonesia tidak untuk rebutan kekuasaan, tetapi untuk dibangun dan dimanjukan!
Simak tautan ini:
http://www.tempo.co/read/news/2014/08/22/078601473/Jokowi-dan-JK-Mulai-Silang-Pendapat-Soal-Kabinet
Friday, August 22, 2014
Home »
» KISRUH KEDUA SOAL KABINET ANTARA JOKOWI DAN JK (SEBELUM DILANTIK)
0 comments:
Post a Comment