Friday, December 12, 2014

KASUS PEMBUNUHAN MUNIR DAN LUKA SEJARAH BANGSA INDONESIA

Nyaris sepuluh tahun sudah tragedi pembunuhan aktifis pembela Hak-hak Asasi Manusia, Munir Said Thalib (MST), tetapi sampai hari ini kejelasan tentang siapa yang harus bertanggungjawab secara hukum masih gelap. Memang proses peradilan telah berjalan dan salah satu terdakwa, Polycarpus Budihari Priyanto (PBP) telah dijatuhi hukuman penjara, dan bahkan telah dibebaskan setelah beberapa tahun. Toh masih ada berbagai pihak yang belum merasa puas thd penanganan kasus ini, termasuk kalangan aktivis HAM, pihak keluarga MST, kalangan Organisasi-2 Masyarakat Sipil (OMS), dan bahkan komunitas internasional yang peduli dengan penegakan hukum dan perlindungan HAM. Munir adalah simbol perjuangan penegakan hukum, demokrasi, dan pembelaan HAM di Indonesia bahkan dunia. Pria kelahiran Malang pada 1965 itu, bagi saya adalah seorang pahlawan perjuangan kemanusiaan, khususnya perlindungan HAM di negeri ini. Karenanya membuat terang kasus pembunuhan atasnya adalah termasuk bagian dari perjuangan itu sendiri, dan layak jika tuntutan agar ada penuntasan atasnya disebut dg perjuangan "melawan lupa."

Jika bangsa ini tidak pernah menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat seperti ini, mustahil di masa depan akan bisa lepas dari trauma kekerasan dan penindasan yang direkam dengan baik oleh sejarah. Bangsa yang tak pernah belajar dari kesalahan, akan dikutuk terus menerus mengulangi kesalahan demi kesalahan yang sama dan/atau yg semakin besar. Menjadi kewajiban Pemerintah agar ada sebuah penyelesaian, baik secara legal formal maupun secara moral, sehingga luka-luka batin dan luka-luka traumatis sejarah bisa dihilangkan atau setidaknya disembuhkan. Pemerintah tidak boleh hanya berhentgi denga janji yang setiap Pilpres diulang-ulang seperti mantera pemikat dan penarik dukungan politik. Kasus Munir ini, jika tdk kunjung usai, akan sama nasibnya dengan kasus pelangaran HAM lainnya yang menodai bangsa dan negeri ini, seperti korban G-30-S, kasus Tanjung Periuk, kasus Talangsari, kasus Cikeusik, kasus Sampang, dan sebagainya.

Sebagai orang yang beruntung pernah mengenal almarhum MST, saya pribadi juga menginginkan agar kasus pembunuhan tsb dituntaskan, once and for all. Dan agar itu terjadi, perlu dihentikan retorika-retorika politik yang sudah basi dan digantikan dengan tindakan nyata dari pihak-pihak yang memiliki kewajiban dan tugas itu.

Simak tautan ini:

http://www.tempo.co/read/news/2014/12/11/078627887/Munir-Dibunuh-karena-Sejumlah-Motif-Apa-Saja
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS