Tuesday, January 13, 2015

ARGUMEN KLISE SESKAB SOAL ABSENNYA KPK & PPATK DLM SELEKSI CAKAPOLRI

Salah satu cara klise utk menepis tuntutan publik yang dilakukan oleh pejabat birokrasi pemerintah adalah berlindung di balik aturan legal formal dlm rangka mengabaikan pertimbangan-pertimbangan etik yang sejatinya tidak kalah penting untuk diperhatikan. Omongan Seskab, Andi Wijayanto (AW), adalah contoh kongrit dari kebiasan buruk para birokrat tsb. Ia membela Presiden Jokowi yang mengabaikan pelibatan KPK dan PPATK dalam penunjukan kandidat Kapolri, Komjen Pol. Budi Gunawan (BG), dengan dalih aturan main yang tidak mengharuskan hal itu. Pertanyaannya adalah: 1) Kenapa waktu Presiden Jokowi menyeleksi kandidat Menteri melibatkan kedua lembaga anti rasuah tsb?; 2). Bukankah nama BG juga disertakan dalam seleksi anggota Kabinet tersebut dan ternyata dinilai oleh KPK dan PPATK tidak lulus?; 3). Apakah karena jika kedua lembaga tsb dilibatkan, maka otomatis akan dijawab bhw BG tidak layak, padahal Presiden Jokowi "harus" mencalonkan BG?; 4) Kalaupun secara legal formal KPK dan PPATK tidak harus dilibatkan, apakah pertimbangan selain legal formal benar-2 tidak ada, misalnya pertimbangan politik (yg juga tidak diharuskan oleh aturan main?

Walhasil, AW sudah larut dalam politik birokrasi dan kehilangan nalar sehatnya dengan argumen klise tsb. Sebagai seorang yang berpendidikan tinggi dan dikenal sebagai penasehat dalam pencapresan Jokowi, yang selalu mengedepankan pembaruan manajemen pemerintahan, 'clean government', dan 'good governance', bagi saya omongan AW adalah indikator bahwa dirinya sebenarnya sama saja dengan para birokrat buruk yang digantikan sebelumnya. Alih-alih menjadi motor pembaharuan, AW kini menjadi pemberi legitimasi bagi tindakan-tindakan dan kebijakan2 yang jelas berlawanan dengan semangat pembaharuan. Apalagi kalau dikaitkan dengan slogan Revolusi Mental dari Presiden Jokowi. Omongan AW  merupakan sebuah penistaan (travesty) terhadap ide-ide yang bagus tsb. Bahkan bisa saja dikategorikan sebagai sikap hipokrit, jika memang praktik seperti itu berulang terus. Masalah etik adalah bagian tak terpisahkan dari proses pengelolaaan (governance) pemerintahan, walaupun kadang tidak harus tertulis dalam aturan-2 baku.

Track record seorang calon pejabat tinggi seperti Kapolri, Panglima TNI, dll adalah sangat penting utk diketahui rakyat yang akan memberikan kepercayaan kepada mereka ttg keamanan, penegakan hukum, dan ketertiban umum dalam kehidupan sehari-2. Jika rakyat tidak percaya atau terus menerus meragukan kredibilitas  mereka di bidang etik, maka sehebat apapun Kapolri atau Panglima TNI dll, tidak ada manfaatnya bagi bangsa dan negara.
 

Simak tautan ini:

http://politik.rmol.co/read/2015/01/13/186630/Istana:-Tidak-Ada-Kewajiban-Presiden-Libatkan-KPK-dan-PPATK-dalam-Pemilihan-Kapolri-
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS