Friday, June 12, 2015

AKHIRNYA, PENENTU NASIB GOLKAR ADALAH PEMERINTAH

Perseteruan elite Golkar bukan semakin menuju ke arah rujuk dan islah, tetapi sebaliknya: pertikaian yg akhirnya tergantung pada kemauan Pemerintah. Kedua kubu yg bertikai, kubu Ancol di bawah Agung Laksono (AL) dan kubu Bali di bawah Aburizal Bakrie (ARB),  masih belum sepakat dalam soal siapa yg akan menjadi pengurus yang sah sesuai aturan hukum, sehingga bisa memperlancar partisipasi dalam Pilkada 2015. Padahal batas waktu pencalonan adalah bulan Juli 2015 dan masalah utamanya adalah soal DPP siapa yang akan menandatangani calon-2 Golkar. Sampai kini Wapres JK baru berhasil menggiring kedua kubu utk membentuk tim bersama utk mendaftar calon-2, tetapi tidak berarti setelah para calon terkumpul lalu akan mudah mencari si penandatangan di DPP.

Kubu AL memang sedang dalam posisi yang agak teruk: ia dikalahkan dalam dua peradilan, PTUN dan PN Jakut, yang lalu digoreng oleh kubu ARB seakan-akan pihaknya sudah di atas angin. Namun kartu "as" juga dimiliki AL: ia masih mengantongi SK Menkumham yg masih berlaku  kendati kalah di PTUN karena putusan ini belum inkracht. Selain itu baik Menkumham maupun Al juga sedang banding, baik di PTTUN maupun Pengadilan Tinggi Jakarta. Jadi manuver ARB sejatinya masih jauh dari efektif. Buktinya, KPU masih belum ambil keputusan utk mengakuinya sebagai pihak yg berhak menandatangani calon Pilkada dari Golkar!

Itulah sebabnya kubu ARB lantas bermanuver ke Istana, baik kepada Presiden Jokowi (PJ) maupun Wapres JK. Naga-2nya angin berhembus ke arah ARB, karena baik PJ maupun JK memberi isyarat mau "memperhatikan" kubu tsb. Buktinya, PJ menerima utusan ARB, Ade Komarudin (Akom), sedang JK akan hadir dalam Mukernas Golkar versi ARB yg menggunakan nama DPP hasil Munas Riau 2009! (http://politik.rmol.co/read/2015/06/12/206003/JK-Dipastikan-Buka-Rapimnas-Golkarnya-Ical-). Jika analisis ini benar, bukan tidak mungkin PJ dan JK akan meminta Menkumham, Yasona H. Laoly (YL), utk mengurungkan bandingnya dan memberi lampu hijau kepada ARB, sebagai Ketum DPP Golkar hasil Munas Riau 2009, utk menjadi penandatangan calon-calon Pilkada dari partai tsb. Dan jika Menkumham oke, tak ada pilihan bagi KPU selain menganggukkan kepala dan menerimanya!

Secara teoretis, jika skenario di atas berjalan, maka riwayat kubu AL bakal segera tamat. Kalaupun masih ada kesempatan AL menantang ARB dlm Munas bersama pada 2016, tetapi hasilnya jelas akan dimenangkan pihak yg kedua itu. Leo Nababan (LN), Wasekjen DPP Golkar kubu AL, bisa saja bersikeras kubunya menolak hadir pada Mukernas ARB. Bahkan, LB menyatakan "pihaknya tidak akan datang dengan alasan silaturahmi sekalipun", karena kepengurusan Riau itu tidak benar menurut kubu Ancol ini. Tetapi jika Pemerintah "balik kucing" dan mengakomodasi pihak lawan, saya kira hanya tinggal dua alternatif bagi AL dkk: 1) bikin partai baru seperti partai-2 sempalan Golkar sebelumnya, atau; 2) berkapitulasi dan bergabung ke dalam kubu ARB dengan segala resikonya. Toh tidak ada tradisi "perang puputan" di Golkar, bukan? Walhasil, nasib Golkar sekarang ada  di tangan Pemerintah: siapa yg akan didukung di antara dua kubu tsb, itu yang akan ikut Pilkada dan menjadi pemegang tapuk pimpinan DPP pada 2016.


Simak tautan ini:

http://www.cnnindonesia.com/politik/20150612162058-32-59696/kubu-ical-harapkan-agung-datang-ke-rapimnas-golkar-malam-ini/
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS