Siapapun yang
memiliki nalar dan nurani sehat, sulit utk tidak bersimpati dengan
kemarahan Buya Prof. Syafii Maarif (SM) yang menganggap republik ini
sudah dikuasai para garong alias perampok, khusunya di tingkat elit
kekuasaan. Orang bisa saja setuju atau tidak setuju dengan istilah
Republik Garong yang beliau pakai, tetapi rasanya orang tak akan
keberatan dengan pandangan beliau secara keseluruhan bahwa negeri ini
sedang diancam oleh krisis yg ditimbulkan oleh mereka yang berada dalam
elite kekuasaan.
Buya tentu tidak hanya mengutarakan sinyalemen
tsb berlandaskan subyektifitas thok, tetapi setelah bertukar pikiran
dengan Presiden Jokowi (PJ) dan Wapres JK, dan mungkin juga dengan
banyak tokoh politik, cendekiawan, dan ormas-ormas khususnya ormas
keagamaan di mana beliau adalah salah seorang pemimpin yang dihormati
dan diikuti pendapatnya. Dan yang lebih penting, Buya membaca apa yang
ada dalam nalar dan nurani publik di negeri ini dan, sebagai seorang
pemimpin yg bertanggungjawab, beliau menyuarakan kembali ke ranah publik
agar bisa diketahui dan diperbincangkan serta diperhatikan oleh para
elite.
Jika kita sering membaca berbagai laporan survei pendapat
publik di media maupun pandangan-pandangan dalam media sosial, maka
kejenuhan dan kemuakan yang dirasakan oleh Buya bukanlah hal yang
mengada-ada. Publik telah banyak membuat petisi-petisi yang isinya
menuntut perubahan-2 mendasar, publik juga seringkali melakukan protes-2
terhadap praktik-2 penyimpangan dan penyalahgunaan hukum, publik juga
seringkali melakukakan perlawanan kolektif secara fisik terhadap apa
yang dianggap sebagai kesewenang-2an aparat dan penegak hukum, bahkan
tak jarang dengan pengorbanan nyawa dan harta. Publik juga melaporkan
keluhan mereka ke forum internasional karena meras tidak ditanggapi atau
dipedulikan oleh para penguasa.
Namun semua hal itu nyaris tak
mempan utk mengubah pikiran dan perbuatan kaum elite. Alih-alih berubah,
mereka malah dengan bangga menampilkan arogansi dan ketidak pedulian
mereka dengan cara terus menerus mengulangi kesalahan yg sama dan bahkan
lebih parah. Bukti yang paling kongkrit adalah perilaku para anggota
DPR periode 2014-2019 yang dalam waktu setahun terakhir ini telah
menorehkan daftar panjang praktik-2 yang membuat rakyat yang diwakilinya
kian muak, termasuk dan terutama praktik korupsi. Pada tataran
eksekutif, rakyat juga melihat bagaimana Pemerintah selama setahun ini
masih belum mampu menciptakan sebuah sistem pengelolaan pemerintahan
yang mampu bekerja dengan harmonis dan produktif. Alih-alih, Pemerintah
PJ sangat rentan dengan pertengkaran dan konflik kepentingan
antar-anggota kabinet. Kompromi politik menjadi satu-2nya cara utk
menyelamatkan diri dari ancaman kolaps, tetapi harus dibayar mahal
dengan semakin tidak fokusnya kinerja!
Statemen Buya SM bukanlkah
hal baru atau paling keras apalagi kalau kita bandingkan dg komentar-2
di medsos. Tapi soalnya, saya kira, bukan di situ. Soalnya adalah, jika
publik dan para tokoh sekelas beliau telah bersuara seperti itu, itu
pertanda bahwa ada yang sangat tidak beres di dalam elite kekuasaan. Dan
jika pandangan Buya ini gemanya kian membahana dan dijadikan rujukan
oleh publik dalam menyikapi perilaku para elit, saya kira ibaratnya
adalah lampu kuning sudah menyala.
Simak tautan ini:
http://www.rmol.co/read/2015/11/24/225670/Indonesia-Katanya-Republik-Garong
Tuesday, November 24, 2015
Home »
» KEMARAHAN BUYA SYAFII MAARIF TERHADAP ELITE PENGUASA
0 comments:
Post a Comment