Friday, February 5, 2016

KRIMINALISASI NOVEL BASWEDAN DAN PELEMAHAN KPK

Sistem hukum di negeri ini memang unik, dalam pengertian negatif. Dulu pernah ada istilah "markus" alias "makelar kasus", kini adalagi istilah "barsus" alias "barter/ tukar menukar kasus". Yang disebut terakhir itu adalah upaya utk menghentikan proses hukum dengan tukar-menukar posisi si tersangka. Dan inilah, konon, yang terjadi dengan kasus penyidik KPK, Novel Baswedan (NB), yang pada perkembangan terakhir gagal dibawa ke Pengadilan Negeri Bengkulu karena pihak Kejaksaan menarik kembali dakwaannya. Lalu muncullah spekulasi di media bahwa penarikan tsb karena NB akan disuruh mundur dari lembaga antirasuah dan ditukar dengan pencabutan dakwaan.

Terlepas benar atau tidaknya spekulasi "barsus" tsb, kasus NB ini berbau politisasi yang menyengat dan diolah melalui akrobat legal formal nan rumit. Mengikuti perkembangan kasus ini sejak awal, saya kian yakin bahwa kasus penyidik handal KPK ini merupakan satu dari berbagai indikasi ttg adanya proses pelemahan KPK, yang berupa kriminalisasi terhadap individu-2 yang dianggap menjadi penghalang. Kasus NB tidak jauh bedanya dengan apa yang menimpa mantan Ketua KPK, Abraham Samad (AS), dan pimpinan KPK lainnya, Bambang Wijoyanto (BW). Upaya pelemahan KPK itu ditengarai publik telah berlangsung lama, secara terstruktur, sistematis, dan melibatkan berbagai kelompok kepentingan. Dalam konteks pelemahan itulah kriminalisasi terhadap figur-figur yang tegas, berintegritas, dan konsisten seperti AB, AS, dan BW bisa jadi merupakan satu paket dengan gerakan merevisi UU tth KPK. Keduanya punya 'end game' sama: pelemahan KPK.

Dalam kasus NB ini ketidakjelasan proses hukum sudah terjadi sejak awal dan telah banyak menuai kritik dari para pakar hukum, politisi, tokoh masyarakat sipil, media, dan bahkan sorotan dari masyarakat internasional. Kendati demikian, proses jalan terus dan bahkan akhirnya sudah sampai pada peradilan. Anehnya, pihak Kejaksaan ujug-2 terkesan tidak "pede" dan malah akhirnya dikabarkan akan menarik dakwaan, padahal pihak Pengadilan di Bengkulu sudah siap menggelar sidang. Yang menarik juga utk dicatat adalah bahwa Presiden Jokowi (PJ) sendiri juga meminta agar pihak aparat hukum berhati-hati dalam kasus NB ini. Mungkinkah tindakan Kejaksaan tsb terjadi karena peringatan tsb?. Wallahua'lam.

Dari perspektif politik, kasus NB, AS, BW ini adalah refleksi adanya tarik menarik pengaruh kekuasaan di tingkat elite terkait KPK dan kiprahnya yg dianggap merupakan salah satu ancaman terbesar bagi kepentingan politik dan ekonomi mereka. Selama lembaga antirasuah ini masih terus mandiri dan tidak bisa dikontrol secara efektif oleh elite tsb, maka selama itu pula akan dianggap sumber ancaman yg mesti dieliminasi atau, setidak-2nya, diperlemah. NB, bersama AS dan BW, adalah para "fallen heroes" dalam pertarungan tsb yang sadar betul akan resiko-2 apa yang akan mereka hadapi. Dukungan publik dan kekuatan masyarakat sipil Indoensia adalah satu-2nya yang mereka miliki dan harapkan. Sebab sulit jika hanya mengharapkan dukungan dari KPK yang keberadaannya sangat tergantung pada dinamika konstelasi kekuatan di pusat kekuasaan tsb. Tetapi jika para pimpinan KPK mengabaikan perjuangan para "fallen heroes" tsb, rakyatpun akan meninggalkan lembaga antirasuah tsb.

Simak tautan ini:

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS