Johan Budi (JB), juru bicara
Presiden Jokowi (PJ) mendadak menjadi target kritik dan 'penjonruan' di
media dan medsos beberapa waktu terakhir ini? Bukankah orang kelahiran
Mojokerto 49 tahun lalu itu termasuk salah satau "Pendekar" yang malang
melintang di dunia persilatan negeri ini, khususnya dalam memberantasan
kaum 'lioklim' (Rimba Hijau atawa penjahat) yg berwujud para koruptor
saat aktif di KPK? Dalam memori publik di negeri ini, nama
JB berendeng dengan nama-2 kondang seperti Abraham Samad (AS), Bambang
Wijoyanto (BW), dan Novel Baswedan (NB) sebelum, pada saat, dan setelah
operasi pelemahan KPK yg dilancarkan oleh gabungan kekuatan politik dan
aparat hukum. Bahkan JB punya rekam jejak yg khas: sebagai jubir KPK,
beliau nyaris tiap hari nongol di media cetak, radio, TV, dan medsos dan
dikenal sebagai tokoh yg sangat 'cool' dalam menghadapi pertanyaan,
kritik, komentar nyinyir, dll thd KPK dan kiprahnya.
Tak heran pula ketika PJ mengangkat JB sebagai jubir Istana, setelah
beliau tak ikut dipilih oleh DPR sebagai pimpinan KPK, publik pun
menganggap JB mendapat tugas yg sangat pas. Saya termasuk orang yg
sangat senang dan bersyukur dengan penunjukan PJ karena jelas akan
membantu beliau mengelola sistem komunikasi publik di Istana yg masih
cukup memprihatinkan itu. Dan benar saja, dlm tempo tak terlalu lama
keberadaan JB dapat dirasakan sebagai hal yg positif. Ini karena JB
mampu menerjemahkan kehendak PJ dlm komunikasi publik, sehingga sang
boss pun bisa konsentrasi kepada hal-hal yg memang menjadi porsi
Presiden.
Tentu saja tidak ada tugas tanpa resiko. JB tampaknya juga menjadi semacam klilip bagi sementara orang dan pihak yg tak lagi mudah menciptakan huru-hara, dengan memanipulasi informasi yang kemudian akan diarahkan kepada PJ. Soal kegaduhan para Menteri, misalnya. Peran JB sangat efektif utk meredakan ketegangan dan kegaduhan. Dan inilah yg bikin sementara pengamat dan media massa yg kepentingannya terganggu lantas marah-marah lalu menuduh JB dengan segala macam label klise seperti 'humas neoliberal' atau 'manipulator kehendak Presiden' dll. Inilah resiko yg JB sendiri juga sudah siap. Sebab seurang jubir juga berperan bukan saja sebagai corong Istana tetapi membentengi sang boss dari upaya-2 menciptakan kegaduhan, baik dari dalam maupun dari luar.
JB memang membuat pihak-2 yg selama ini bis seenaknya mendapat akses informasi ke Istana menjadi tersaring, dan mungkin terkendali serta malah tertutup. Dan ini membuatnya menjadi sasaran tembak!
Bravo Bung Johan Budi!
Simak tautan ini:
1.http://politik.rmol.co/read/2016/03/09/238780/Waspada,-Johan-Budi-Humas-Neolib-Di-Istana-Trisakti
2. http://politik.rmol.co/read/2016/03/13/239281/Disayangkan,-Johan-Budi-Manipulasi-Kehendak-Presiden
Tentu saja tidak ada tugas tanpa resiko. JB tampaknya juga menjadi semacam klilip bagi sementara orang dan pihak yg tak lagi mudah menciptakan huru-hara, dengan memanipulasi informasi yang kemudian akan diarahkan kepada PJ. Soal kegaduhan para Menteri, misalnya. Peran JB sangat efektif utk meredakan ketegangan dan kegaduhan. Dan inilah yg bikin sementara pengamat dan media massa yg kepentingannya terganggu lantas marah-marah lalu menuduh JB dengan segala macam label klise seperti 'humas neoliberal' atau 'manipulator kehendak Presiden' dll. Inilah resiko yg JB sendiri juga sudah siap. Sebab seurang jubir juga berperan bukan saja sebagai corong Istana tetapi membentengi sang boss dari upaya-2 menciptakan kegaduhan, baik dari dalam maupun dari luar.
JB memang membuat pihak-2 yg selama ini bis seenaknya mendapat akses informasi ke Istana menjadi tersaring, dan mungkin terkendali serta malah tertutup. Dan ini membuatnya menjadi sasaran tembak!
Bravo Bung Johan Budi!
Simak tautan ini:
1.http://politik.rmol.co/read/2016/03/09/238780/Waspada,-Johan-Budi-Humas-Neolib-Di-Istana-Trisakti
2. http://politik.rmol.co/read/2016/03/13/239281/Disayangkan,-Johan-Budi-Manipulasi-Kehendak-Presiden






0 comments:
Post a Comment