Syarat yg disebut terakhir itu bagi saya adalah sebuah rekayasa politik
yg absurd dan sekaligus membodohi publik. Jika benar usulan itu muncul
dr KPU, saya menyangsikan bhw niat baik lembaga penyelenggara itu. Malah
sebalik ya, KPU bisa diduga telah ikut bermain politik dengan
berkolaborasi utk mempersulit calon perseorangan bersama parpol. KPU
bisa saja berada di bawah tekanan para politisi utk mendukung upaya
mereka membendung laju para calon perseorangan tsb yg trennya kian
mengancam popularitas calon2 yg diusung parpol.
Spekulasi kolaborasi (utk tdk menyebutnya sbg konspirasi) politik tsb muncul karena bbrp pertimbangan: 1) Usul penggunaan meterai tsb sangat mendadak dan tanpa preseden, padahal implikasi finansialnya sangat serius bg para calon perseorangan, sbgmn disinggung olh Gub Ahok; 2) KPU tdk mempunyai kepentingan dg aturan memakai meterai tsb karena selama ini belum ada wacana publik ttg perlunya meterai sbg pembuktian dukungan thd calon Pilkada; 3). Para politisi dan parpol punya kekuatan utk menekan KPU di Parlemen terkait anggaran. Politik anggaran bisa saja digunakan thd KPU atau para pimpinannya sehingga mereka mengamini usulan soal meterai dan bahkan seakan2 menjadi pengusulnya!; 4) Penerapan aturan penggunaan meterai tsb juga berdampak negatif bagi proses demokrasi. Sebab hal itu berimplikasi kian sulitnya warganegara utk menggunakan hak2 politiknya. Pdhl keberadaan KPU adlh utk mempermudah, bukan mempersulit dan memberatkan para calon baik yg dr parpol maupun yg dr perseorangan.
Setiap upaya penyelewengan praktik demokrasi yg konstitusional mesti dicegah dan pembuatan berbagai aturan yg menjadi alatnya wajib ditolak. Jika perubahan UU Pilkada merupakan bagian integral dr upaya tsb otomatis juga mesti dikritis dan ditolak. Termasuk jika DPR dan KPU berkolaborasi dg mengatasnamakan perubahan dan/atau perbaikan aturan, tetapi sejatinya bertujuan menghadang pencalonan seorang Ahok atau calon2 perseorangan lainnya dlm Pilkada di negeri ini.
Kabar paling akhir, KPU sudah membuat klairifikasi publik, bahwa aturan meterai tsb buka bersifat individual, tetapi per desa. Dengan adanya klarifikasi tsb, kita berharap masalah ini selsai, dan tidak lagi menjadi bagian dalam perubahan UU Pilkada. Sebab, bisa saja KPU sekarang tdk menerapkannya, tetapi kedepan dibuat aturan baru dalam UU dengan berbagai alasan yang dipaksakan. Seperti yg dikemukakan oleh seorang politisi PDIP di DPR dan juga oleh Mendagri yg notabenen dari partai yg sama. (http://nasional.kompas.com/read/2016/04/22/16485411/Anggota.DPR.Ahok.Enggak.Usah.Terlalu.Reaktif)
Simak tautan ini:
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/04/20/12104531/Ahok.Anggap.Aturan.Meterai.KPU.Bikin.Bangkrut.Calon.Independen
Spekulasi kolaborasi (utk tdk menyebutnya sbg konspirasi) politik tsb muncul karena bbrp pertimbangan: 1) Usul penggunaan meterai tsb sangat mendadak dan tanpa preseden, padahal implikasi finansialnya sangat serius bg para calon perseorangan, sbgmn disinggung olh Gub Ahok; 2) KPU tdk mempunyai kepentingan dg aturan memakai meterai tsb karena selama ini belum ada wacana publik ttg perlunya meterai sbg pembuktian dukungan thd calon Pilkada; 3). Para politisi dan parpol punya kekuatan utk menekan KPU di Parlemen terkait anggaran. Politik anggaran bisa saja digunakan thd KPU atau para pimpinannya sehingga mereka mengamini usulan soal meterai dan bahkan seakan2 menjadi pengusulnya!; 4) Penerapan aturan penggunaan meterai tsb juga berdampak negatif bagi proses demokrasi. Sebab hal itu berimplikasi kian sulitnya warganegara utk menggunakan hak2 politiknya. Pdhl keberadaan KPU adlh utk mempermudah, bukan mempersulit dan memberatkan para calon baik yg dr parpol maupun yg dr perseorangan.
Setiap upaya penyelewengan praktik demokrasi yg konstitusional mesti dicegah dan pembuatan berbagai aturan yg menjadi alatnya wajib ditolak. Jika perubahan UU Pilkada merupakan bagian integral dr upaya tsb otomatis juga mesti dikritis dan ditolak. Termasuk jika DPR dan KPU berkolaborasi dg mengatasnamakan perubahan dan/atau perbaikan aturan, tetapi sejatinya bertujuan menghadang pencalonan seorang Ahok atau calon2 perseorangan lainnya dlm Pilkada di negeri ini.
Kabar paling akhir, KPU sudah membuat klairifikasi publik, bahwa aturan meterai tsb buka bersifat individual, tetapi per desa. Dengan adanya klarifikasi tsb, kita berharap masalah ini selsai, dan tidak lagi menjadi bagian dalam perubahan UU Pilkada. Sebab, bisa saja KPU sekarang tdk menerapkannya, tetapi kedepan dibuat aturan baru dalam UU dengan berbagai alasan yang dipaksakan. Seperti yg dikemukakan oleh seorang politisi PDIP di DPR dan juga oleh Mendagri yg notabenen dari partai yg sama. (http://nasional.kompas.com/read/2016/04/22/16485411/Anggota.DPR.Ahok.Enggak.Usah.Terlalu.Reaktif)
Simak tautan ini:
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/04/20/12104531/Ahok.Anggap.Aturan.Meterai.KPU.Bikin.Bangkrut.Calon.Independen
0 comments:
Post a Comment