Wednesday, July 20, 2016

MENYIKAPI KEBERHASILAN OPERASI ANTI-TERORISME DI POSO


Pernyataan politisi Hanura, Syarifuddin Sudding (SS) yang memasalahkan lamanya Polri melakukan penembakan thd gembong teroris dari Poso, Santoso (S), saya kira menunjukkan bahwa rendahnya kemampuan pemahaman politisi tsb terhadap masalah pemberantasan terorisme di negeri ini. Disamping itu spekulasi yg dikemukakannya bhw penembakan yang diduga berhasil mengakhiri riwayat gembong teroris tsb terkait dengan upaya Kapolri baru, Komjen M. Tito Karnavian (MTK), memobilisasi dukungan politik utk dirinya, saya kira sangat tidak pada tempatnya bahkan tendensius.

Sebagai politisi di Parlemen yg membidangi masalah Hukum, termasuk Kepolisian Negara (Polri) di Komisi II,  seharusnya SS paham benar bgmn proses panjang yg dilalui oleh Polri bekerjasama dg aparat keamanan spt intelijen dan TNI dlm rangka mempersempit ruang gerak teroris yg merupakan bagian integral dari ISIS, dan sebelumnya juga terkait dengan Al-Qaeda dan Jemaah Islamiah (Ji) tsb. Bukan saja karena jejaring kelompok Santoso ini cukup luas di Indonesia, tetapi juga kemampuannya dalam melakukan perang gerilya terhitung bagus. S dkk memiliki pengetahuan dan pengalaman baik di Indonesia maupun di luar negeri utk melakukan serangan teror dan menghindar dari operasi penangkapan yg dilakukan oleh Polri maupun gabungan dg TNI dan intelijen strategis.

Orang bisa saja menganggap proses penggrebekan dan keberhasilan melumpuhkan S itu lama, tetapi jika dikaitkan dengan politik Kapolri baru utk meraih dukungan, tidak bisa dipertanggungjawabkan. Kalau soal banyaknya pasukan Polri dan TNI yg dikerahkan dibanding dg anak buah S, maka jawabnya samgat sederhana. Yaitu bahwa karakter perang gerilya dan asimetris berbeda dengan perang terbuka dan simetris. Sbg perbandingan, pasukan AS di Afghanistan yg digelar utk melumpuhkan Al Qaeda jauhblebih banyak dan kemampuan militernya juga sangat canggih. Tetapi diperlukan lebih dari sepuluh tahun lamanya utk berhasil membunuh Usamah bin Laden (UBL) dan memperlemah jejaring organisasi teroris tsb.

Demikian pula yg kita lihat dg perang melawan ISIS yg dilakukan oleh gabungan negara2 adikuasa dan negara2 Arab. Jika hanya dibandingkan secara fisik dan jumlah tentara yg dimiliki serta alutsistanya, seharusnya ISIS telah bisa diselesaikan secara cepat. Namun kenyataannya toh tidak sesederhana itu. Dan karenanya kemudian memunculkan berbagai sepkulasi dan teori konspirasi yg menuding negara2 adikuasa tsb malah menyeponsori ISIS atau hanya berpura2 memerangi kelompok teroris tsb!

Pandangan SS thd kasus Poso ini bisa saja "terpeleset" seperti teori konspirasi itu. Alih2 mengapresiasi Kapolri baru yg berhasil menuntaskan PR yang diwarisi dari Kapolri sebelumnya, SS malah membuka front baru dengan statemen spekulatif tsb. Saya tdk tahu apa motif politik dibalik omongan politisi Hanura tsb, tetapi saya tidak menganggapnya sebagi masalah sepele. Seharusnya politisi seperti SS memperkuat upaya pemberantasan terorisme dg mendukung Polri dan aparat keamanan, bukan malah menciptakan sensasi yg nanti pasti akan digorengnoleh pihak2 yang anti thd upaya pemberantasan terorusme di Indonesia.

Reputasi dan kredibilitas politisi spt SS akan jatuh di mata rakyat karena ketidakmampuan mereka memahami konteks masalah. Sehingga ucapan2 mereka cenderung ekonomis dalam penalaran dan terkesan asal njeplak.

Bravo Polri dan TNI !!

Simak tautan ini:

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS