"Dunia kini bukanlah (bersifat) dialektis lagi; ia dibagi-2 dalam berbagai ekstremitas; ia diusahakan menjadi antagonisme radikal. Dunia bukan lagi terbuka bagi rekonsiliasi atau sintesa. Dan yang seperti itu sejatinya adalah prinsip kejahatan."
(Jean Baudrillard, filsuf pasca-modernisme, pengamat politik, dan budayawan asal Perancis, 1929-2007)
(Jean Baudrillard, filsuf pasca-modernisme, pengamat politik, dan budayawan asal Perancis, 1929-2007)

Ekstrimisme menafikan rekonsiliasi, karena yg disebut terakhir itu menyiratkan dialektika, dialog, trust, dan tentu saja kemauan utk saling berbagi dan membantu. Yg dirayakan oleh pemikiran dan praksis ekstremisme adalah bagaimana menguasai, mengontrol, menaklukkan dan/ atau membinasakan liyan. Celakanya, ekstremisme menjadi sangat menarik ketika kondisi struktural masyarakat pasca-modern sarat dengan kemiskinan, ketimpangan, dan ketidak adilan ekonomi dan sosial pada tataran global. Ideologi-2 ekstrim, seperti yg ditawarkan oleh kelompok teroris dari segala macam versinya, berkembang dan laku keras dala kondisi seperti itu. Dan ekstrimisme pun menawarkan utopia kehidupan yg seragam, tanpa masalah, serta kebersamaan setelah semua musuhnya dibasmi. Sebuah skenario yang menyeramkan.
0 comments:
Post a Comment