Thursday, April 20, 2017

SETELAH PILKADA DKI USAI: MENGURAI KEKALAHAN BADJA


Kemenangan Paslon no 3, Anies-Sandi, yang telak (landslide) atas Paslon 2, Ahok-Djarot, sebagaimana dilaporkan oleh berbagai lembaga yang melakukan hitung cepat (quick count, QC) mengakhiri Pilkada DKI 2017 yang penuh dengan ketegangan, kegaduhan, gejolak politik, danbahkan kekhawatiran. Bisa dikatakan ujung dari Pilkada DKI ini menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia, setidaknya secara formal, cukup kokoh dan bisa diandalkan karena dapat menjamin proses politik yang sangat penting ini dengan damai, lancar, dan aman.

Jika kita melihat hasil beberap QC, maka Paslon 3 menang dengan selisih sekitaran 15-17%. Kita bisa membaca setidaknya dari 5 sumber di bawah ini:

1. PolMark Indonesia: Paslon 2 (42, 44%); Paslon 3 (57,56%)
2. LSI Denny JA: Paslon 2 (42,33%); Paslon 3 (57,67%)
3. SMRC: Paslon 2 (41,94%); Paslon 3 (58,06%); dan
4. Kompas TV: Paslon 2 (42%); Paslon 3 (58%)
5. Median: Paslon 2 (41,99%); Paslon 3 (58,01%)

Secara resmi, hasil Pilkada DKI 2017 tentunya akan menunggu pengumuman dari KPUD DKI. Namun dengan menggunakan laporan hasil-2 QC di atas, yg nyaris seragam itu, sudah bisa dipastikan bahwa kemenangan telak diraih di pihak Paslon 3.

Bagaimana menjelaskan hasil yang sangat kontras dengan Pilkada Putaran pertama yg dimenangi oleh Paslon 2 sebelumnya? Kendati cukup tipis, yaitu Paslon 2 (42,99 %), dan Paslon 3 (39,95 %), tetapi kemenangan pertama tsb erupakan sebuah capaian yg signifikan karena halangan dan hambatan-2 yang dialami oleh pasangan "Badja" sangat besar. Munculnya paslon 1 (Agus Yudhoyono-Sylvia Murni), bahkan sempat mengalahkan popularitas kedua pesaingnya, setidaknya sampai bulan Januari 2017.

Hemat saya, kekalahan telah Paslon 2 pada putaran kedua itu dikareakan beberapa faktor penyebab:

1. Ketidak berhasilan Paslon Badja utk mengarahkan para pemilih paslon 1 utk memilih Paslon 2, dan sebaliknya keberhasilan Paslon 3 utk melakukan hal tersebut. Sangat mungkin bawa selisih perolehan sebesar 15-17% itu ditentukan oleh para pemilih Paslon 1, yg memeperoleh 17% dalam putaran pertama sebelumnya.

2. Paslon 2 tidak mampu menggalang pemilih di luar basisnya, yaitu kelas menengah dan menengah keatas saja. Sementara para pemilih lapis bawah memiliki kecenderungan utk memilih Paslon 3, khususnya karena tertarik dengan isu-isu peningkatan kesempatan kerja dan perumahan. Peningkatan jumlah pemilih, dari 75% pd putaran 1 menjadi 80% pada putaran 2, menunjukkan peningkatan partisipasi pemilih DKI, khususnya di lapi sbawah yg sebelumnya golputers atau peragu (doubters).

3. Kendati Paslon 2 meraih tingkat kepuasan publik yg tinggi thd capaian, kinerka, dan hasil-2 pemerintahannya (sekitar 70%), Namu kepuasan tsb tidak berbanding lurus dengan elektabilitas. Faktor lain yang sangat penting ikut bermain di sini adalah faktor identitas, khususnya sentimen agama dan ras yg masih cukup kuat sebagai alasan memilih Paslon.

4. Parpol-2 yang mengusung dan mendukung Paslon 2 tidak efektif utk melakukan mobilisasi suara dalam rangka menambah perolehan pada putaran 1. Jika dilihat dari hasil QC di atas, perolehan Paslon 2 mengalami stagnasi (kemandegan), sedangkan Paslon 3 mengalami kanaikan yg tinggi. Mesin parpol dikalahkan oleh mesin organisasi kemasyarakatan, khususnya ormas Islam, yg digunakan secara massif dan sistematis oleh Paslon 3. Sentimen keagamaan terbukti masih sangat efektif sebagai "simbol perlawanan" dan alat mobilisasi politik di DKI

5. Paslon 2 sangat terbantu elektabilitas dan popularitasnya melalui ajang debat publik. Pada putaran1, debat publik yg berlangsung 3 kali sangat berperan besar dalam mengubah pandanag para peragu dan mereka yg belum memutuskan memilih paslon 2. Namun debat pada putaran kedua tidak memiliki daya ubah (game changing) seperti sebelumnya. Hemat saya, debat ke 4 (final) hanya mampu mengukuhkan apa yang sudah diyakini oleh pemilih tetap Paslon 2, namun tidak cukup efektif utk menarik dukungan baru.

Itulah beberapa faktor yg hemat saya menjelaskan kekalahan telak Paslon 2 pada putaran ke 2. Seperti tulisan saya sebelumnya, saya ingin mengulangi lagi, bahwa putara kedua adalh memilih Paslon yg terbaik di antara yang baik, setidaknya yang berhasil dimunculkan dalam tahap final. Karena itu semangat rekonsiliasi menjadi penting pasca-Pilkada 2017 DKI ini baik pada tataran elit maupun masyarakat umumnya. Sebab tantangan nyata di ibu kota RI ini masih sangat banyak, bukan hanya di bidang pertumbuhan ekonomi, perataan kesejahteraan, pembangunan infrastruktur, peningkatan mutu pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan, dan proteksi lingkungan. Tetapi tak kalah penting adalah meningkatkan kewaspadaan thd ancaman bagi kamnas, khususnya bahaya primordialisme dan sektarianisme serta SARA. Jika 'tenun kebangsaan' tercabik, maka tidak ada pembangunan fisik sehebat apapun yang akan mampu mempertahankan keutuhan dan persatuan bangsa Indonesia, termasuk yg di Jakarta.

Selamat kepada kedua Paslon yg telah berjuang dengan gigih demi NKRI dan DKI.

Simak tautan ini:

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS