Monday, February 19, 2018

RADIKALISASI & METODE "BRAINWASHING" DI KAMPUS


Sebuah temuan (awal) riset yang dilakukan oleh seorang Dosen Senior dari UI, Iriani Sophiaan (IS), tentang kelompok-kelompok radikal di kampus, sangat penting untuk disimak. Menurut beliau, metode 'CUCI OTAK' dipakai dlm REKRUTMEN & KADERISASI anggota2 mereka. Dilaporkan bahwa "pola perekrutan dan kaderisasi kelompok-kelompok radikal di kampus-kampus mengikuti pola-pola yang pernah dilakukan NAZI dan PKI." Dalam hal ini, "metode 'cuci otak' itu menggunakan cara-cara yang biasa dilakukan di dunia intelijen. Sementara sistem perekrutan dan kaderisasi mirip gayanya dengan sistem perekrutan partai komunis dulu."

Metode 'cuci otak' sendiri, menurut sebagian pakar, adalah "reformasi pemikiran, termasuk dalam lingkup “pengaruh sosial.” Sementara itu, yang disebut dengan pengaruh sosial akan "terjadi setiap menit setiap hari." Dengan demikian, 'cuci otak' adalah "kumpulan cara di mana orang bisa mengubah sikap orang lain, keyakinan dan perilakunya." Sebagai ilustrasi, "metode kepatuhan bertujuan untuk menghasilkan perubahan dalam perilaku seseorang dan tidak peduli dengan sikap nya atau keyakinan." (https://psikologi2009.wordpress.com/2013/05/17/psikologi-pengertian-brainwashing-yang-benar-dan-yang-keliru/)

Dari pemahaman di atas, metode tsb tak mesti berarti buruk; namun ia bisa digunakan untuk tujuan-tujuan positif atau negatif. Dalam konteks penelitian ini, kesan yang saya tangkap adalah bahwa metode 'cuci otak' yang dimaksud IS digunakan utk tujuan negatif. Ini bisa dilihat dari referensi yang dipakai yaitu "cuci otak" yang mengikuti 'pola-pola yang dilakukan Nazi.' Demikian pula metoda perekrutan dan kaderisasi yang, menurut IS, mirip dengan 'sistem perekrutan partai komunis..'

Jika temuan penelitian tersebut valid, maka metode 'cuci otak' yang diterapkan oleh kelompok radikal di kampus-kampus itu memiliki tujuan yang negatif. Dalam hal ini tujuan yang ingin dicapai oleh 'cuci otak' adalah perubahan pandangan ideologis dan sikap yang berseberangan atau berpotensi menjadi ancaman bagi keamanan nasional. Dalam hal ini ideologi dan praktik yang berlawanan dengan "empat pilar fondasi negara: Pancasila, UUD '45, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI."

Hemat saya, temuan awal tersebut memiliki keterkaitan dengan fakta berkembangnya pengaruh ideologi dan kelompok-kelompok radikal di kampus-kampus besar Universitas-universitas Negeri maupun swasta di negeri ini, misalnya HTI dan ideologi Khilafahisme yang diusungnya. Kendati secara legal formal dan politik organisasi seperti HTI, NII, ISIS, Al-Qaeda, atau pendukung-pendukung mereka telah dilarang di Indonesia, namun pengaruh ideologi radikal anti NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Kebangsaan Indonesia tak berarti otomatis menghilang. Penyebaran ideologi tetap bisa berlangsung kendati secara legal dilarang.

Kampus Perguruan Tinggi adalah salah satu pusat penggodogan intelektualitas, keahlian, kepakaran, dan keunggulan insani generasi muda yang terpenting di Indonesia. Sangat mudah dipahami jika lembaga-lembaga tersebut pun menjadi target penyebaran ideologi radikalis dan proses radikalisasi, karena pertimbangan demografis, status sosial, dan potensi-potensi intelektualitas serta kepemimpinan mereka di masa depan. Sangatlah beresiko besar apabila ideologi radikal menjadi hegemon dalam kelompok intelektual organik tsb. Masa depan NKRI dipertaruhkan!

Simak tautan ini:

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS