Saturday, February 24, 2018

TENTANG PEMUDA DAN TANTANGAN RADIKALISME DI INDONESIA


Hari ini, Sabtu (24/2/18) dari jam 9.00 sampai 12.00, saya berpartisipasi sebagai pembicara dalam sebuah seminar kaum muda yang bertema "Nasionalisme & Tantangan Pemuda Zaman Now". Pembicara lain adlh KH. Abdullah Nawawi, Ketua GP. Ansor, Kab. Bogor. Topik yang saya pilih adalah tentang generasi muda Indonesia menghadapi fenomena radikalisme saat ini dan di masa depan yang mengancam nasionalisme, sebagai salah satu landasan dari keberadaan NKRI. Untuk keperluan tersebut saya memakai pendekatan keamanan nasional (national security approach)

Alhamdulillah saya bisa berbicang dengan para pemuda baik dari zaman now maupun dari zaman "yes" (yesterday), alternatif dari istlah zaman old. Inti paparan saya adalah bagaimana secara kritis mengidentifikasi kondisi generasi muda yang notabene adalah elemen paling strategis bangsa itu (ditilik dari sejarah, politik, sosial, dan kultural), namun pada saat yang bersamaan menjadi target yang paling utama dan empuk bagi radikalisme, radikalisasi, dan gerakan radikal anti-NKRI.

Untuk itu saya mengupas berbagai hasil survei yang telah dilakukan, selama dua tahun terakhir ini (2016-2017), oleh berbagai lembaga baik yang berafiliasi dengan pemerintah maupun dengan organisasi masyarakat sipil Indonesia (OMSI) yang berkecimpung dalam persoalan intoleransi dan radikalisme. Hasil-hasil survai dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kemendikbud, Kemenag, the Wahid Foundation, Alvara, Setara Insritute, dan Infid (International NGO Forum on Indobesian Development) yang saya kutip sebagai data, misalnya, semuanya menunjukkan bahwa usia muda (21-30) dan pendidikan menengah dan tinggi (SMA-PT) adalah mereka paling potensial menjadi bagian dari kampanye radikalisme, proses radikalisasi, dan pelaku aksi-aksi radikal termasuk (tapi tak terbatas pada) aksi terorisme.

Selain itu saya jua menggunakan berbagai laporan media dan kajian tentang tumbuh dan berkembangnya pandangan intoleran, ideologi dan organisasi politik radikal seperti HTI di sekolah-sekolah tingkat dasar dan menengah, serta kampus-kampus Universitas terkemuka, baik Negeri maupun swasta. Kelompok-kelompok kegiatan seperti ROHIS di SMA dan Kelompok Kegiatan Keagamaan di PT, juga menjadi wahana rekrutmen, pengaderan, dan penyebaran gagasan serta kegiatan yang cukup sering diberitakan di media. Sedemikian intensif dan ekstensif kiprah perekrutan dan pengaderan kelompok radikal di kampus-kampus, seorang dosen senior dari UI mengatakan bahwa metode yang digunakan telah mirip dengan apa yang dilakukan Nazi dan partai komunis, yaitu melalui teknik-teknik 'cuci otak' atau brainwashing!

Bagaimana menjawab dan menghadapi tantangan dan ancaman radikalisme dinkalangan generasi muda Indonesia yang trennya makin berkembang itu?

Salah satu solusinya adalah melalui pelibatan intensif dan meluas komponen generasi muda dalam Gerakan Nasional Deradikalisasi (GND) yang berkesinambungan dan berjangka panjang. Deradikalisasi tidak hanya menjadi program apalagi proyek belaka. Ia harus menjadi sebuah gerakan nasional, yg meibatkan Negara & masyarakat sipil Indonesia (MSI). Bogor bisa jadi adalah salah satu laboratorium bagi GND tsb, karena wilayah ini menjadi salah satu pusat operasi gerakan dan ormas radikal, serta disebut sebagai daerah paling intoleran di negeri ini menurut hasil survei dari beberapa LSM pegiat HAM.
Dalam GND, pendidikan (formal, non-formal, maupun informal) adalah jalur paling utama dan terutama. Substansi pendidikan haruslah memuat penguatan pemahaman Konstitusi dan Pancasila serta kewarganegaan Indonesia. Seluruh lembaga pendidikan pada semua tataran harus memberikan muatan tsb; tentu saja disesuaikan dengan konteks mereka. Hegemoni negara, sebagaimana pernah dilakukan pada masa Orba, tidak perlu diulang lagi dalam mengisi pendidikan tsb.

Selain itu, multikulturalisme sangat penting ditumbuh-kembangkan secara kreatif dan inovatif kepada generasi muda semenjak level paling bawah sampai teratas. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa Indonesia hanya akan mampu bertahan sebagai sebuah negara-bangsa (nation state), sebagaimana diamanatkan oleh Proklamasi dan para pendiri bangsa, apabila pilar kebangsaan dan bhineka tunggal ika tetap kokoh kuat dan berdaya. Bravo Pemuda Indonesia!!
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS