Wednesday, May 9, 2018

MENYIMAK RESPON HTI PASCA PUTUSAN PTUN


Pernyataan Ketua ormas terlarang HTI, M. Rahmat Labib (MRL), bhw pihaknya akan tetap melakukan "dakwah" pasca putusan PTUN Jakarta, perlu mendapat perhatian Pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia yang mencintai, membela, dan setia kepadaNKRI. Statemen tsb merupakan indikasi sangat penting bahwa upaya penyebaran ideologi dan gerakan mengganti NKRI menjadi bagian dari imperium KHILAFAH akan terus dikakukan melalui berbagai cara, termasuk yang potensial melanggar hukum Negara.

Dengan menafsirkan putusan PTUN bahwa yang dilarang adalah bentuk badan hukum HTI, maka MRL menyatakan bahwa berarti bukan "dakwah"nya yang dilarang. Karenanya ia pun menganggap penyebaran ideologi Khilafahisme dan gerakan anti-NKRI yang selama ini mereka lakukan menjadi boleh dan tetap akan dilakukan di seluruh tanah air!

Pemahaman MRL dkk jelas sangat distortif dan menyesatkan serta berbahaya apabila diremehkan oleh Negara dan masyarakat. Sebab hal itu mencerminkan bahwa pendukung ormas terlarang tsb akan terus melakukan upaya radikalisasi dan radikalisme kendati melalui aksi-aksi klandestin tertutup maupun penggalangan terbuka dengan kedok bermacam-macam. Salah satunya adalah menggunakan parpol atau ormas serta lembaga2 yang absah (legitimate) secara hukum.

Jika dilihat dari capaian ormas tsb selama 20 tahun lebih melakukan penetrasi dan infiltrasi di hampir semua kalangan masyarakat, termasuk ASN, PTN, PTS, ormas dan parpol, maka bukan tak mungkin bhw HTI pasca dibubarkan itu juga tidak akan langsung menurun pengaruhnya. Justru sebaliknya, kemungkinan HTI akan makin intensif juga tetap ada sebagaimana yang terjadi di negara2 yang sudah melarang organisasi tsb. Dari pengalaman negara-negara di Timteng dan Asia Tengah, HTI juga ternyata terlibat dalam berbagai gerakan kudeta dan makar.

Karenanya, aparat Pemerintah dan masyarakat sipil, khususnya ummat Islam di Indonesia tidak boleh puas atau complacent karena keberhasilan di PTUN. Putusan hukum tsb memang SANGAT PENTING, tetapi agar efektif ia harus ditegakkan dan diterapkan secara konsisten dan konsekuen. Rakyat dan ummat harus terus menjaga diri dan lingkungannya dari berbagai upaya radikalisasi dan penyebaran radikalisme yang ditujukan utk membangun Khilafahisme.

Masalahnya adalah, apakah Pemerintah dan masyarakat Indonesia serta kelompok-kelompok strategis di dalamnya akan terpanggil untuk melakukan hal tsb? Lebih mendasar lagi, apakah ada kemauan politik (political will) yang kuat dari Pemerintah, elit politik, dan masyarakat sipil Indonesia? Jika kita lihat fakta yang ada, maka skeptisisme bisa saja muncul. Sebab belum apa-apa saja sudah ada beberapa parpol peserta Pemilu 2019 yang malah bersikap seakan melindungi dan mendukung HTI yg jelas terlarang secara hukum. Alasan-alasan yang dipakai bisa saja tampak logis dan menarik simpati, tetapi implikasi terhadap keamanan nasional sangat negatif dan berbahaya dalam jangka panjang.

Tak pelak lagi, kemenangan sementara pada ranah hukum harus diperkuat menjadi kemenangan PERMANEN. Dan pada saat yang sama, gerakan deradikalisasi nasional  (GDN) perlu dilaksanakan untuk menjawab tantangan dan bahaya dari gerakan Khilafahisme saat ini dan di masa depan.

Keberadaan dan keberlangsungan NKRI sangat tergantung kepada ketahanan warganegaranya. Jangan sampai negeri ini tercabik dan hancur seperti negara-negara yang gagal dalam mengantisipasi, mencegah, dan menanggulangi ancaman eksistensial mereka.

Dua kali upaya menjadikan RI sebagai Negara Islam (DI/TII) dan Khilafah Islam (HTI) bisa dicegah. Yang pertama dengan tindakan militer dan yang kedua dengan hukum. Jangan sampai tindakan militer harus digunakan lagi, karena pilihan tsb merupakan pilihan yang paling akhir dan sangat mahal ongkosnya bagi kemanusiaan dan kamnas.

Kewaspadaan dan konsistensi membela NKRI adalah sebuah keniscayaan yang tak dapat ditawar.

Simak tautan ini:

1.
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS