Sunday, February 9, 2020

PEMULANGAN KOMBATAN ISIS: DILEMMA KEAMANAN & KEMANUSIAAN


Dalam program Prime Time news CNN TV semalam (8/12/2020), saya bersama staf pengajar dari Universitas Paramadina, Dr. Herdi Syahrazad (HS), mendiskusikan pemulangan para kombatan ISIS dari Indonesia. Dalam pandangan saya, isu pemulangan mantan kombatan atau teroris ISIS dari Indonesia sejatinya bukan baru, tetapi sudah cukup lama didiskusikan oleh para pengambil keputusan. Saat ini pro dan kontra lebih disebabkan oleh wacana yang di blow up di ruang publik karena kesimpang siuran komunikasi publik para pejabat negara. Padahal sejatinya, seperti dikatakan oleh Menko Polhukam, masalah ini sudah dibicarakan terus menerus dan mendalam dan akan diumumkan beberapa waktu yad.

Dalam kondisi seperti itu, saya pada prinsipnya menolak wacana pemulangan tsb karena argumen-argumen yang cenderung salah, ceroboh, dan berbahaya bagi kamnas di Indonesia. Pro kontra saat ini disebabkan wacana yg hanya menggunakan alasan-alasan abstrak, tak mendalam. Misalnya alasan kemanusiaan, alasan kewarganegaraan dll, tanpa diikuti pertimbangan seperti dampak bagi keamanan nasional dan kehidupan masyarakat Indonesia. Menggunakan alasan pemulangan hanya karena alasan kemanusiaan, bisa beresiko melupakan kemampuan para kombatan tsb dalam melakukan aksi teror di Indonesia. Aalasan kewarganegaraan juga masih perlu diperjelas, karena ada bukti bahwa di antara mereka melakukan pembakaran paspor mereka dan juga fakta mereka menjadi kombatan tanpa izin dari pemerintah Indonesia, dll.

Faktor lain, belum jelas evalusasi tentang kategori-2 para anggota ISIS dari Indonesia tsb. Anak-anak barangkali tidak termasuk yang harus dicurigaia dan memang perlu mendapat perlindungan. Kaum perempuan, bisa saja ada yang terpaksa tetapi ada juga yang juga "true believers" ideologi ISIS. Dengan demikian tak bisa digebyah uyah dengan memulangkan mereka dan dilindungi di Indonesia. Faktanya, kasus kombatan ISIS ini bukan hanya masalah yg dihadapi RI tetapi juga bangsa dan negara lain. Itu sebabnya perlu ada kerjasama internasional, baik antar pemerintah dan organisasi internasional seperti PBB, maupu melalui track kedua, seperti masyarakat sipil, atau tack ketiga, yakni para tokoh internasional yang bisa menjadi interlocutor untuk penyelesaian kasus ini.

Saya secara pribadi mengusulkan agar di Indonesia kasus ini ditangani oleh Menko Polhukam, atau idealnya oleh National Security Council (Dewan Keamanan Nasional), lembaga yg dipimpin langsung Presiden utk menangani masalah kamnas yang strategis dan sensitif. Pemerintah juga mesti melakukan pelibatan publik sehingga masyarakat tidak bingung atau bahkan khawatir, terutama di kalangan kelompok-kelompok minoritas. IMHO


Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS