Sunday, September 19, 2010

MEREKA YANG BERADA DI BALIK FORUM PEMBELA ISLAM (FPI)

Oleh Habil Saklitinov 
The Gusdurians
Habib Rizieq Shihab, Ketua FPI



















Siapapun manusia dewasa yang tinggal di Indoensia akan mengenal FPI, masing-masing mempunyai penafsirannya sendiri mengenai sosok FPI dan para tokoh serta sepak terjangnnya dalam pergerakan dinamika kehidupan berbanngsa dan bernegara di Indonesia.

FPI adalah organisasi kemasyrakatan yang terdiri dari beberapa elemen anggota yang beragam menurut strata social, yaitu para Haba’ib (plural dari kata Habib) dan ulama, aktifis kampus dan mahasiswa, kelompok preman dan anak jalanan, serta masyarakat awam. Masing-masing lapisan tersebut  mempunyai sudut pandang dan penafsiran yang beragam mengenai ajaran agama Islam. Namun demikian ada pandangan yang sama mengenai ajaran Agama Islam, yaitu bahwa ajaran Agama Islam adalah ajaran yang mulia dan mampu membimbing mereka memnuju kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akherat. Islam adalan ajaran yang tinggi, agung dan sempurna. Namun dalam tataran praktis, masing-masing elemen tersebut mempunyai pandangan, kepentingan dan sikap yang bergam mengenai Islam. Menurut sebagian haba’ib Islam adalah suatu sumber kekuatan ekonomi dan politik yang sangat potensial dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam hal ini kita bisa melihat bahwa para Haba’ib mempunyai peran sebagai juru dakwah, penceramah atau bahkan pemimpin majlis taklim. Namun ada juga Haba’ib yang mempunyai pekerjaan sebagai pedagang kebutuhan sehari-hari, minyak wangi, buku, perangkat sholat dll. Para Habaib ini mendapatkan keuntungan dari warna kehidupan masyarakat Indonesia dalam memandang pemimpin sehingga mereka mendapatkan banyak kemudahan dalam menjaring massa, dimana  para Habaib mempunyai gaya kepemimpinan yang paternalistik, atau pemimpin yang mempunyai ikatan primordial yang kuat, dan hal ini sangat klop dengan gaya hidup dan budaya masyarakat Indonesia, yang mempunyai  pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya.

Para Habaib yang mempunyai garis keturunan Arab ini secara sosiologis telah menempatkan diri mereka sebagai pemimpin agama yang dikagumi dan mempunyai legitimasi serta otoritas pada bidang keagamaan. Hal tersebut terjadi karena para Habaib ini mempunyai sejarah pendidikan dari Timur Tengah dan mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai bahasa Arab. Para Habaib ini menyadari betul akan posisinya dan karakter bangsa Indonesia dan mereka memanfaatkannya untuk melakukan lobi dan negosisai dengan beberapa kekuatan politik, ekonomi dan social di dalam masyarakat Indonesia. Dan yang pasti mereka (Habaib) melakukan itu semua demi agenda dan kepentingan kelompoknya sendiri.

Latar belakang para Habaib yang menjadi pemimpin dan pedagang inilah yang dikemudian hari menjadi motor pergerakan radikal ala FPI. Datangnya era reformasi ditandai dengan runtuhnya Pemerintahan Suharto dan diikuti oleh kebangkrutan di bidang ekonomi (krisis ekonomi) di Indonesia.  Krisis ekonomi ini juga menghantam beberapa pedagang dari kalangan Habaib sehingga mereka mengalami kebangrutan. Kemudian di antara mereka ada yang beralih profesi menjadi pendakwah, khususnya sebagai penceramah. Melalui profesi barunya ini, para Habaib lantas melakukan lobi kepada beberapa anggota parpol, elit politik, pengusaha, tentara, dan beberapa pejabat dan mantan pejabat tinggi negara lainnya. Saya yakin akhirnya beberapa plotikus pun ikut bermain dalam memberikan warna pergerakan FPI ini untuk mencapai kepentingan kelompoknya sendiri. Para politisi ini memasuki segala ruang yang ada dalam FPI, baik yang berwujud Majlis Taklim, pengajian rutin dan kegiatan agamanya serta demonstrasi.

Kelompok berikutnya yang berada di belakang FPI adalah aktifis kampus dan mahasiswa. Mereka ini tidak mempunyai latar belakang agama, artinya basis mereka bukan dari pesantren dan secara sosial-budaya tidak bersinggungan dengan agama. Mereka pada umumnya berasal dari jurusan-jurusan eksakta, alias sains dan teknik. Lingkungan sosial agama mereka tidak begitu kuat sehingga saya bisa mengatakan bahwa keluarga mereka secara umum bukan termasuk keluarga yang taat menjalankan ibadah/ ajaran agama. Namun demikian ada juga beberapa mahasiswa yang berasal dari kampus yang berbasis agama, seperti Institut Agama Islam Negeri atau Universitas Islama Negeri (IAIN/UIN). Mereka mempunyai kesadaran untuk mengikuti pergerakan FPI dengan alasan masyaralkat Indonesia adalah masyrakat yang mempunyai kesadaran tinggi atas agamanya. Kesadaran agama ini dimanfaatkan oleh mereka sebagai legitimasi dalam kehidupan sosial atau bermasyrakat. Meskipun seseorang secara ekonomi dan intelektual termasuk mapan tetapi belum merasa Islam atau dianggap kurang Islam jika belum bergabung dengan FPI. Namun hal yang disayangkan adalah gerakan legitimaci agama ini hanya sebatas pada symbol dan atribut-atribut Islam sedangkan esensi dari ajaran islamnya sendiri masih sangat dangkal. Sangat wajar jika kita menemukan tokoh FPI dengan berbagai atribut keIslaman yang melekat dibadannya ternyata membaca Al-Qur’an saja masih terbata-bata. Terhadap para tokoh FPI semacam ini anda jangan bertanya tentang tafsir Al-Qur’an yang ditulis Ibnu Katsir, Al Qurtubi atau menanyakan pemikiran filsafat Al-Ghazali, karena dijamin mereka tidak biasa menjawab sebab memang mereka bukan para kutu buku. Berbeda dengan Kiai tradisional yang tinggal di pesantren yang berada di pelosok-pelosok daerah yang pada umumnya adalah kutu buku dan kutu kitab kuning.

Kedangkalan pengetahuan agama inilah yang seringkali menjadikan mereka terjebak dalam berbagai aktifitas yang menurut mereka benar tetapi menurut pandangan ulama yang berada di luar mainstream mereka salah. Pembawaan karakter mereka pun tidak lembut tetapi lebih bringas apalagi pada saat melakukan aksi demo atau penggerebekan (sweeping). Saya meyakini siapapun yang pernah melihat aksi mereka baik di media televisi ataupun langsung dilapangan, akan mengurut dada.

Tanpa disadari sebenarnya mereka telah mencedrai nilai-nilai Islam yang intinya adalah sikap-sikap ramah, santun, cinta damai dan mampu hidup berdampingan dalam keberagaman. Pemahaman agama yang sempit dan dangkal itu diperparah dengan doktrin agama yang selalu merasa bahwa kelompoknyalah yang paling benar dan dijamin masuk surga sementara kelompok lain yang  dianggap tidak seperjuangan adalah salah. Bahkan FPI sangat mudah unutk mengatakan bahwa “adalah halal untuk menumpahkan darah si A, si B dan seterusnya." Hal itu mereka lakukan bukan hanya kepada saudara kita yang non-Muslim saja tetapi juga kepada sesama Muslim!.

Mereka telah mengabaikan prinsip hidup dalam ke-Bhineka Tunggal Ika-an yang telah dirintis semenjak Kerajaan Sriwijaya dan dilanjutkan oleh pejuang serta pendiri NKRI ini. Mereka seakan-akan mampu melakukan apa saja di negari ini seperti layaknya penegak hukum yang seringkali bertindak diluar aturan hukum. Seharusnya ada yang mengingatkan kepada mereka bahwa negari ini bukan seperti rumah milik mereka sendiri. Mereka tidak bisa  menutup paksa rumah ibadah agama lain seenak udelnya  saja, atau membakar lahan bisnis milik orang lain.

Negara ini akan terus mengalami kekacauan sosial jika aparat pemerintah tidak melakukan langkah nyata untuk membubarkan FPI.
Share:

3 comments:

  1. Setuju,,,,FPI dibubarkan, pada dasarnya setiap Manusia sama baik dari Habib arab, Eropa, Jawa, Sunda dsb,,,,yg membedakan hanya Permulaan peradaban dan kemauan utk berubah sesuai dg perkembangan Zaman serta fokus pada Keunggulan yg dimiliki masing peradaban tanpa mengabaikan perkembangan ilmu pengetahuan.

    ReplyDelete
  2. Membubarkan FPI saja tidak akan membuat ormas serupa kendor dan mencegah pembentukan FPI baru. Saya lebih cenderung kepada upaya meboikot setiap kegiatan FPI yang mempunyai dampak pelanggaran HAM. Dengan boikot publik ini maka kegiatan FPI tidak akan mendapat sorotan media dan akan mengalami delegitimasi dari rakyat.

    Tentu saja boikot yang efektif hanya akan terjadi apabila seluruh lapisan msyarakat di luar FPI dan kelompok radikal lain mendukung, serta berlaku di seluruh wilayah Indonesia.

    ReplyDelete
  3. Tujuan yang baik dengan cara yang salah serta pemahaman yang keliru.. itu intinya....

    ReplyDelete

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS