Sunday, October 10, 2010

RESPON UNTUK TULISAN SOLAHUDDIN WAHID "MAKAM GUS DUR SEDERHANA"

Oleh Muhammad AS Hikam
President University





Gus Solahuddin Wahid (SW), hari Sabtu  (9/10/2010) menulis artikel di koran Seputar Indonesia (SINDO) yang berjudul "Makam Gus Dur Sederhana". Tulisan tersebut dimaksudkan sebagai sebuah kritik terhadap tulisan saya di koran yang sama pada 28 September 2010 lalu yang berjudul "Membangun Pusara Sang Penakluk", yang melontarkan pandangan saya mengenai rencana Pemerintah Pusat melakukan pemugaran makam Almaghfurlah Gus Dur, Presiden ke IV RI. Tulisan saya pada pokoknya tidak setuju jika makam GD yang dipugar, tetapi saya setuju jika yang diperbaiki adalah fasilitas dan infrastruktur sekitar maqbaroh (makam) beliau agar membuat para peziarah merasa nyaman, khusyu' dan tenang. (http://www.mashikam.com/2010/09/membangun-pusara-sang-penakluk.html)

Saya terus terang tidak tahu (dan memang tidak harus tahu) apa sebabnya sehingga adik (almaghfurlah) Gus Dur, yang juga Ketua Ponpes Tebuireng Jombang itu, kemudian menulis artikel untuk mengritik tulisan saya. Saya tentu merasa terhormat ketika malam sebelumnya diberitahu oleh Pimred SINDO bahwa besuk, hari Sabtu, artikel SW itu akan dimuat. Dan benarlah paginya saya baca artikel tersebut sebagaimana yang anda juga bisa baca di tautan ini.

SW dalam tulisannya menyayangkan kenapa saya menulis artikel yang mengritik Pemerintah yang punya rencana memugar makam, padahal menurut SW Pemerintah tidak pernah ada rencana tersebut, karena yang akan dilakukan adalah membangun berbagai fasilitas di sekitarnya. Menurut SW, seandainya saya mau konsultasi lebih dulu dengan Menko Kesra (Pak Agung Laksono) atau Pemda Propinsi Jatim, atau diri beliau sendiri, pasti saya tak usah menulis artikel itu. SW juga menyatakan penyesalannya kepada media yang menurutnya kurang cermat dalam menulis berita mengenai masalah pemugaran makam tersebut, padahal beliau sudah berkali-kali memberikan keterangan.

Saya kira orang harus menghormati hak SW (atau siapa pun) untuk mengomentari tulisan saya. Namun hemat saya, tulisan  SW hanya menunjukkan kesalahpahaman dan kekurang cermatannya membaca tulisan saya, baik secara tersurat maupun semangat serta maknanya. Pertama, secara tersurat, saya tidak pernah berpretensi dukung mendukung proyek tersebut. Saya menulis karena memang saya memiliki aspirasi dan pendapat tertentu yang perlu saya kemukakan. Bahwa saya mengutip pendapat keluarga GD, itu karena saya baca di media dan juga saya dengar dari sumber-sumber saya dan, ini yang penting, karena saya sependapat juga. Seandainya keluarga GD mendukung pemugaran makam pun akan saya kritik juga.

Kedua, saya tidak merasa perlu bertanya kepada pejabat Pemerintah atau SW untuk menulis pandangan saya, karena sudah lama dan banyak pemberitaan yang dimuat di media cetak dan situs internet mengenai rencana tersebut. Kalaupun memang benar bahwa tidak ada rencana memugar makam, saya kira tak ada salahnya pula jika saya kembali mengingatkan kepada Pemerintah (pusat dan daerah) agar hal itu tidak perlu dilakukan karena berbagai alasan: baik alasan kultural maupun yang di luarnya. Jadi menurut hemat saya SW tidak berhak membatasi apa yang saya ingin kemukakan atau tidak saya kemukakan. Justru karena SW menulis artikel itu dan hanya menyoroti soal yang satu itu, malah menimbulkan kecurigaan baru: Ada apa SW merasa perlu menulis masalah itu?

Ketiga, artikel saya merupakan sebuah ekspressi pandangan kritis yang ingin memberikan alternatif pandangan tentang proyek Pemerintah serta relasinya dengan pandangan publik, khususnya dalam konteks di mana kondisi masyarakat sangat rentan terhadap hal-hal yang bernuansa politis. Melalui tulisan saya, saya ingin mengingatkan bahwa jika Pemerintah membuat proyek-proyek besar (seperti pemugaran makam yang konon akan menelan biaya sekitar Rp 180 miliar itu) maka akan menjadi sasaran pertanyaan publik dan memiliki resiko dipolitisasi. Sebagai seorang yang merasa memiliki GD, saya ingin agar beliau dan para masyayikh tidak dikait-kaitkan sekecil apapun dengan politisasi atau kecurigaan publik. Karena itulah saya memberikan semacam peringatan dini (early warning) dan alternatif.

Oleh sebab itu, setelah saya membaca tulisan SW, saya malah merasa aneh karena sejatinya SW hanya terkesan tidak suka dengan early warning saya, karena bisa jadi akan membuat perubahan rencana setelah Pemerintah, atau siapapun yang punya wewenang dan posisi pembuat keputusan masalah itu, membaca artikel saya. Tentu saya tidak akan ke "ge-eran" bahwa tulisan kecil saya akan punya pengaruh, tetapi kalau wacana seperti itu bergulir, akan ada saja pihak-pihak yang kegerahan. Terus terang saya bisa bilang yang sama kepada SW yaitu seandainya SW mau membuang sedikit waktu beliau yang sangat berharga dengan menilpun saya dan menanyakan apa maksud saya menulis artikel itu, niscaya beliau tidak usah buang-buang waktu menulis artikel yang cuma merupakan sebuah pengulangan tentang apa yang sudah ada di berita-berita lain, dan tidak ada nilai refleksi atau analisisnya itu. Bahkan tidak akan membuat orang menerka-nerka apakah ada udang di balik tulisan tersebut!

Saya memutuskan untuk tidak menjawab tulisan SW di SINDO lagi, karena para pembaca yang arif dan kritis dengan mudah akan tahu apa maksud saya dan siapa sebenarnya yang salah paham dan punya paham yang salah dalam issu proyek pemugaran makam Almaghfurlah GD tersebut.Tetapi saya berhak memberikan respon di blog THF ini, sekedar memberitahu kepada para sahabat yang kebetulan membaca artikel SW tersebut, bahwa saya juga ikut membaca dan menjawabnya.
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS