Anas Urbaningrum (AU), tak pelak lagi adalah seorang politis yang piawai, cerdik, dan sangat berbahaya siapapun yg jadi lawannya. Dalam wawawancara eksklusif ini, saya melihat bagaimana AU menggelar strategi bertahan utk menyerang dengan bungkus etiket Jawa dengan metafora yg diambil dari kisah Bharatayuda. Ia adalah sang Puntadewa yang menghadapi Kurawa yg "adigang, adigung, adiguna" namun memiliki kuasa dan sumberdaya luarbiasa. Mirip dengan kisah perlawanan Pandawa yang terusir setelah peristiwa "Bale Segolo-golo" (yang adalah kreasi Mahapatih Sengkuni), ketika Puntadewa harus memimpin para Pandawa yg kehilangan hampir semuanya kecuali harga diri dan keyakinan sebagai pihak yang benar dan berhak sebagai pewaris sah Kerajan Hastinapura (Partai Demokrat?). Boleh saja Sang Prabu Kurupati (Wanbin PD), pemimpin dan Raja Hastina, dibantu oleh para penasihat ulung, khususnya Pendeta Dorna dan Mahapatih Sengkuni serta seluruh brayat Kurawa yg jumlahnya 100 orang, tetapi Sang Puntadewa akhirnya akan berhasil mengambil alih kembali haknya kendati harus melalui perang Bharatayuda Jayabinangun yg diakhiri dg tumnpasnya seluruh wadyo-bolo Kurawa!. AU menggambarkan dirinya sebagai seorang "anak kecil" yang harus menhadapi dengan orang yang lebih tua, lebih berkuasa, lebih berpengalaman, dan tentu saja lebih kejam. Inilah sebuah jurus "merendahkan diri meninggikan mutu" yg lihay, karena AU memosisikan dan mencitrakan lawannya sebagai segerombolan para "bullies" (penindas). Dg demikian posisinya yg tampak tertindas justru menjadi sebuah posisi strategis karena ia adalah pihak yg benar, tetapi didzolimi, di bully, disia-siakan melalui berbagai skenario dan konspirasi. Bagi AU, status menjadi tersangka yg diumumkan KPK hanyalah sebuah titik dalam seuatu proses panjang upaya menyingkirkan dirinya sebagai "bayi yang tidak dikehendaki" (seperti Gatotkaca yg harus dibuang di kawah Chandradimuka untuk ditempa menjadi seorang yg digdaya). Posisinya saat ini adalh posisi Pandawa paska- Bale Segolo-golo, ketika mereka mesti menjalani "lelono broto" dan "babad alas" (membabat hutan) Wonomerto, yg nanti akan disulapnya menjadi Istana Amartapura, markas besar Pandawa. Tuduhan keterlibatan dalam kasus korupsi, bg AU adalah sebuah rekayasa, mirip rekayasa Sengkuni dan Durna cs yg dibisikkan kepada Prabu Kurupati untuk membuat Puntadewa dan adik-2nya terusir dan teria-sia. Kurawa, utk sementara, memang tampak berhasil membuat Pandawa terpidana dan tersiksa. Tapi seperti dalam cerita wayang, hari masih sore dan cerita masih belum berakhir sampai "tancep kayon", saat Ki Dhalang menancapkan Gunungan tanda wayang telah usai. Dan para Kurawa habis musnah di padang Kurusetra oleh para Pandawa. Hong wilaheng Sekaring bhawono...
0 comments:
Post a Comment