Tuesday, December 31, 2013

ACEH DI ANTARA OBSKURANTISME DAN POLITIK IDENTITAS

Makin lama kehidupan bermasyarakat di Nanggroe Aceh semakin menjauh dari semangat berbangsa yang menghargai kemajemukan dan terbuhul kokoh dengan Konstitusi NRI, UUD 1945. Betapa tidak, dengan sangat mudahnjya Majelis Permusyarakatan Ulama (MPU) melarang perayaan Tahun Baru dengan "membakar mercon, lilin, dan meniup terompet". Selain itu, lembaga yang sama juga mengeluarkan fatwa bahwa menyampaikan ucapan selamat Natal hukumnya haram bagi ummat Islam, dengan alasan "menyangkut akidah." Aceh, tampaknya makin terbawa oleh obskurantisme para elitenya, yang terlampau mengunggulkan identitas tanpa melihat realitas di sekitarnya dan bahkan mungkin "lupa" dengan konteks keindonesiaan. Eforia otonomi yg merupakan hasil dari MoU Helsinki, tak kunjung membuat Serambi Makkah itu menjadi simbol sebuah wilayah yang mampu menampilkan wajah Islam inklusif dan, pada gilirannya, menjadi contoh terbaik (uswah hasanah) bagi rakyat Indonesia (yang Muslim, apalagi yang bukan). Alih-2, indikator kesejahteraan menunjukkan kemiskinan di Aceh (sekitar 17%) lebih tinggi ketimbang rata-2 nasional (sekitar 11%) sampai pada Maret 2013. Tingkat kelulusan murid SMU di Aceh juga termasuk terendah di negeri ini. Eforia itu tampaknya berbalik menjadi sindroma, yg kini makin diperkuat dengan sikap reaksioner dan obskurantis terhadap semua yang dilanggap "anti Islam" menurut tafsir sementara ulama yang sedang berkuasa! Kelompok ini seolah bergeming thd peringatan Tuhan 7 tahun lalu dan berbagai kejadian bencana yg berulang terjadi setelahnya. Entah apa jadinya propinsi di ujung paling barat Indonesia ini jika ia makin terisolasi dari kehidupan berbangsa yg nyata dan, sebaliknya, makin terobsesi dan tenggelam dalam gulita politik identitas yang dicekokkan oleh sebagian pemimpinnya? 

Selanjutnya baca tautan ini:

http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2013/12/131231_bandaaceh_tahunbaru.shtml
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS