Siapa sangka bahwa Prof. Dr. Mahfud MD (MMD) dan Dr, Akil Mochtar (AM) yang sebelumnya adalah sesama kolega di MK, kawan sesama politisi di DPR, dan pakar-2 ilmu hukum, kini bermusuhan begitu sengit dan saling umbar tudingan yang (dalam bahasa Jawa) "saru" seperti sekarang?, Itu mungkin sebuah pelajaran bahwa kekuasaan yang hanya dilandasi nalar instrumental (ilmu hukum dan kuasa) tanpa landasan nurani, pada akhirnya bisa menjadi bahaya bagi pemilik dan pelakunya. Secara hukum, belum jelas benar siapa yg bisa dipegang omongannya, karena masih menunggu hasil pengadilan tipikor. Untuk sementara, baik AM maupun MMD masih bersikukuh dg versi masing-2 terkait Pilkada Banten (http://politik.rmol.co/read/2014/02/27/145540/Mahfud:-Akil-Negosiasi-Sengketa-Pilgub-Banten-). Namun dalam pandangan publik, keduanya sudah tercemar. Dan MMD jauh lebih dirugikan oleh perseteruan ini, karena beliau kini sedang memperjuangkan karier politiknya sebagai capres/cawapres. Nama dan kredibilitas yang beliau bangun dengan susah payah dan telah menunjukkan hasil sangat baik, kini terancam ludas karena omongan dan tudingan AM. Ironisnya, AM adlh orang yg dulu pernah dibela MMD ketika dilaporkan oleh Refly Harun (RH) kepada KPK!. Orang waras tentu sangat bisa paham dg kemarahan MMD terhadap kelaukan AM. Tetapi di situlah letak mengerikannya pertarungan AM vs MMD ini. Posisi AM nyaris "nothing to lose", karena apapun yg dia lakukan tidak akan berpengaruh terlalu banyak thd posisinya sebagai pesakitan tipikor nanti. Paling-paling AM hanya bisa menyeret siapa saja yg bisa diseret, termasuk MMD, agar dirinya tidak sengsara sendirian!. Ini jelas berbeda dg posisi MMD yg karier politiknya berpotensi mengalami kehancuran apabila yang dilakukan AM ini berhasil! Politik tanpa nurani, memang bisa saja tampak hebat untuk sementara. Tetapi pada akhirnya malapetaka yang menunggu para pelakunya, dan bahkan pihak-2 yg ada di luarnya!
0 comments:
Post a Comment