Sunday, March 16, 2014

PENCAPRESAN JOKOWI DAN MUNCULNYA GUBERNUR DKI AHOK

 
 
Pencapresan Gub Jokowi, bukan saja berdampak (positif dan negatif) pada diri beliau sendiri, tetapi -dan saya kira tak kalah serius- juga kepada Wagub Ahok. Bahkan kalau dilihat aspek negatif, sejatinya Ahok malah dobel. Pertama, tentu akan menjadi sorotan publik seperti Jokowi. Kedua (dan ini yg ruwet), Ahok juga akan mendapat sorotan khusus dari partai pengusungnya, Gerindra. Namun bagi saya, Ahok sedang membuka sebuah lembaran sejarah baru, kalau pun bukan pada level Republik, tetapi pada level Ibukota Republik. Jika Jokowi berhasil lolos sebagai Presiden pada Pilpres 2014, maka Ahok adalah otomatis menjadi Gubernur DKI yg menggantikan beliau. Ini berarti orang Babel ini adalah non-pri kedua (setelah Henk Ngantung) yang akan memimpin Ibukota, yang juga non-Muslim, yg menjadi Gubernur Jakarta setelah Indonesia merdeka pada 1945. Dua fakta itu saja sudah menunjukkan betapa historis posisi Ahok sebagai Gubernur pasca-Jokowi. Maka, jika banyak pihak yang melakukan kampanye negatif thd Jokowi dan mengupayakan agar beliau urung menjadi capres, saya kira salah satu alasannya adalah ini: Ketakutan, kekhawatiran, kemarahan, kejengkelan dll akan terjadinya sebuah peristiwa yang besar dan di luar kemampuan mereka untuk melawan secara terbuka. Dan bagi sebagian kelompok, ini adalah sebuah pukulan yang sangat hebat dan sebuah ancaman eksistensial. Karenanya, ancaman, tantangan, gangguan dan hambatan (ATGH), kalau meminjam istilah militer, thd Ahok tidak kalah besarnya dibanding thd Jokowi. Bahkan pada tingkat tertentu, yang sedang dan akan dihadapi Ahok bisa lebih besar! Karena itulah, fenomen Jokowi-Ahok barangkali merupakan sebuah kelanjutan revolusi bagi bangsa Indonesia pada ranah "struktur makna" (meaning structure). Dua orang putra daerah dari generasi yang lebih muda dan kalangan sipil serta mewakili plularitas Indonesia ini sedang membawa perubahan pada tataran imajinasi dan makna (meaning) yang pasti akan membawa dampak terhadap masa depan kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika alm. Gus Dur adalah pemikir, pendobrak, perintis, dan pejuang pluralisme sebagai salah satu amanat Konstistusi yg terpenting, maka kedua anak bangsa ini adalah pelanjut dan pelaksananya. Karenanya, gelombang halangan dan fitnah thd keduanya pun tak akan kalah besarnya dengan yang pernah dihadapi oleh Presiden RI ke IV tsb. Rakyat Indonesia umumnya, dan rakyat Jakarta khususnya, sudah seharusnya berdiri di belakang Jokowi dan Ahok, selama keduanya masih setia dan konsisten dengan perjuangan menuju Indonesia Raya! Semoga...
 
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS