Thursday, April 17, 2014

MELEPASKAN WARGA NU DARI JEBAKAN MASA LALU DAN POLITISASI

Pernyataan Pejabat Rais Aam PBNU, KH Mustofa Bisri, yg lebih kondang dengan panggilan Gus Mus (GM), sungguh menarik dan penting dicermati. Ada dua poin dlm pernyataan Kiai/budayawan asal Rembang tsb: 1) Bahwa Ketua PBNU, Prof. Dr. Said Agil Siradj (SAS), tidak paham politik sehingga dipolitisasi utk pemenangan PKB-Imin; dan 2) Warga nahdliyyin masih terjebak masa lalu, karena di satu pihak "NU selalu mengklaim berkontribusi dalam membangun NKRI," tapi di pihak lain "kebanyakan warga NU belum bisa mandiri di beberapa hal, seperti politik dan ekonomi." Saya KURANG SEPENDAPAT dengan poin GM yg pertama, karena hemat saya SAS justru sangat paham dengan politik dan melakukan manuver-2 yang bernuansa politik yg cukup canggih selama ini. Manuver politik SAS bukan dengan PKB-Imin saja, tapi juga pihak lain. Misalnya yg paling baru adalah pertemuan bersama Ketua PP Muhammadiyah, Dien Syamsuddin (DS) di PBNU utk menyikapi koalisi Islam pasca-Pileg 2014. Kedekatan SAS dengan Pemerintah dan sebaliknya, bagi saya adalah manuver politik SAS yg tidak kalah penting. SAS sudah memperhitungkan apa hasil dan resikonya saat melakukan kerjasama politik dengan PKB-Imin. Bahkan sikap inkonsistensi SAS, mengatakan NU dan PBNU netral tetapi nongol dalam kampanye PKB-Imin di media elektronik, adlh manuver politik yg direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis. Bagi sebagian warga NU (termasuk GM), mungkin sikap SAS menjadi tanda tanya dan bahkan kontroversial. Terhadap poin GM yg kedua, saya 100% SETUJU, dan itulah yg menjelaskan mengapa manuver politik SAS dkk di PBNU mampu mendongkrak perolehan PKB-Imin. Warga NU yg masih terjebak pd masa lalu itu, justru ironisnya adlh modal awal dan besar bg kesuksesan kerjasama politik sebagian elit NU baik di pusat maupun di daerah-2 basis nahdliyyin di Jatim, Kalsel, Sulsel, Maluku, Lampung dsb di tanah air. Selama mayoritas warga NU berada dalam jebakan masa lalu, selama itu pula manuver-2 politik kelompok elit NU akan mudah dilakukan. Sebaliknya kian jebakan itu kendur dan lenyap, manuver politik dari elit NU pun akan makin bisa dikontrol, diawasi, dan bahkan dicegah. Dan akibatnya NU tidak akan menjadi sekadar wahana politik transaksional elitenya dengan kekuatan-2 politik di negeri ini. Persoalannya, apakah elite NU yg diuntungkan dg kondisi seperti sekarang ini akan berusaha keras agar warga ahdliyyin terbebas dari jebakan masa lalu tsb? Salah satu strategi utk melepaskan jebakan tsb adalah penguatan basis material dan peningkatan pencerahan (enlightenment) warga nahdliyyin di tingkat akar rumput. Tujuannya adalah terwujudnya kemandirian ekonomi serta peningkatan kualitas pendidikan sehingga terbangun suatu critical mass dari kelas menengah NU yg solid dan tercerahkan!. Bagi sebagian elit di PBNU, dua hal itu malah berpotensi ancaman bagi kepentingan pribadi dan kelompok mereka. Perjuangan pembebasan warga NU dari jebakan masa lalu, sebagaimana dinyatakan oleh GM dan juga dulu dikemukakan oleh alm GD, adalah tugas berat, berkesinambungan, dan lintas generasional. Pertanyaannya adakah pemimpin NU yg memiliki visi tsb pasca-alm GD?


Simak tautan ini:

http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/04/17/269571270/Gus-Mus-Ketua-PBNU-Tak-Ngerti-Politik
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS