Tuesday, June 3, 2014

KETIKA SBY MENYOAL NETRALITAS TNI/POLRI DALAM PILPRES

Terlepas dari interpretasi media, apakah marah atau tidak, sikap Presiden SBY patut diperhatikan dan diapresiasi. TNI, Polri, dan Intelijen Negara adalah aparat negara yang harus menjaga netralitasnya dalam Pemilu 2014, termasuk tentu saja Pilpres. Sikap netral dalam pengertian benar-benar tidak memihak dan tidak memiliki interest pribadi utk mendukung salah satu pasangan capres/cawapres bagi mereka yang masih aktif harus diterapkan. Hal ini sesuai dengan aturan main dan merupakan sebuah komitmen bagi tegaknya demokrasi serta "fair play" dalm kontestasi politik. Netralitas TNI, Polri, dan Intelijen adalah sine qua non dan tidak ada tawar menawar.

Pak SBY secara terbuka menyebut adanya upaya tarik menarik dari parpol terhadap TNI maupun Polri agar berpihak. Dan indikasi adanya oknum Jenderal yang mendekati parpol itupun bisa dibaca di media. Misalnya kabar kedatangan Kasad, Jenderal TNI Budiman (B) ke rumah Megawati, bisa dijadikan sebagai bukti (http://www.rmol.co/read/2014/05/18/155697/Inilah-Kabar-di-Balik-Peluang-Jenderal-Budiman-Jadi-Pendamping-Jokowi-). Demikian pula selentingan kabar bahwa Komjen Polri Budi Gunawan (BG) ikut menjadi penghubung JK (http://www.tempo.co/read/news/2014/05/26/078580347/Kalla-Gunakan-Jenderal-Rekening-Gendut-Dekati-Mega). Kendati kabar-2 di atas mungkin saja sudah dibantah oleh pihak-pihak yang terkait, tetapi rasanya terlalu naif juga jika membayangkan informasi kepada Presiden tidak lebih banyak lagi dan akurasinya lebih tinggi!.

Bagi para politisi, atau sebagian pengamat politik, barangkali pertemuan semacam itu tidak terlalu menggelisahkan atau bahkan dianggap biasa. Tetapi dalam konteks netralitas aparat negara, khususnya TNI dan Polri, hal tersebut bisa berimplikasi serius. Bahkan bisa saja ini menjadi alasan kenapa Presiden SBY sampai mengindikasikan adanya "jenderal aktif yang tidak lagi loyal kepada Presiden sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata" karena dianggap ikut cawe-2 dalam politik praktis! Presiden, sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang dan karena UU terkait TNI dan Polri serta penyelenggaraan Pemilu sangat berhak melontarkan peringatan keras (bukan marah, setidaknya menurut saya).

Sayangnya reaksi petinggi TNI dan Polri, seperti sering kita lihat, adalah membuat tafsir yang membuat peringatan itu menjadi hanya sekedar "masukan" biasa saja. Padahal, Presiden sudah memberikan argumen bahwa pada Pilpres 2004 Polri pernah mengalami hal sama. Presiden juga menyatakan bahwa pada Pilpres 2009, netralitas TNI dan Polri bisa dilaksanakan. Seharusnya, para petinggi TNI dan Polri harus tegas saja, karena adanya indikasi semacam itu saja, apalagi dikabarkan di media, bisa mencoreng reputasi kedua alat negara tersebut.

Kita tunggu saja tindakan yang lebih kongkrit dari Mabes TNI dan Polri, serta Istana. 


Simak tautan ini:

http://nasional.kompas.com/read/2014/06/02/1223571/SBY.Marah.Ada.Pihak.yang.Menarik.Dukungan.Jenderal.Aktif
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS