Sunday, June 1, 2014

AKSI KEKERASAN AGAMA DAN POLITIK DI SLEMAN

Aksi kekerasan bernuansa SARA menimpa Direktur Galang Press Julius Felicianus Taulaka (JFT) (54), bersama jemaat Katolik yg sedang beribadah rosario di dusun Tanjungsari, Desa Sukoharjo, Kecamatan Ngaglik, Sleman Yoyakarta, pada Kamis lalu (29/5/14). Sampai hari ini (1/6/14) Polisi Yogya mengatakan belum mampu menguak motifnya, sementara pihak Komnas HAM menyatakan kejadian tsb sebagai sebuah tindak kekerasan yang melanggar hak-hak asasi manusia. Jadi bukan hanya sebuah peristiwa kriminal biasa atau yg suka disebut dg "kriminal murni" oleh Polisi. (http://news.metrotvnews.com/read/2014/05/30/247298/komnas-ham-kecam-penyerangan-umat-katolik-di-yogyakarta).

Polri sudah berupaya bertindak cepat, bahkan JFT sendiri mengakui seandainya tidak dilindungi petugas intelijen Polri, dirinya sudah tewas akibat serangan brutal terhadap dirinya. Aparat Polri juga telah menangkap minimal seorang anggota rombongan pelaku kekerasan itu dan kini sedang mendalami motif serangan tsb. Tentu kita berharap Polri lebih cepat dalam mengungkap secara lebih luas dan mendalam terhadap peristiwa ini. Tidak tertutup kemungkinan bahwa modus operandi (MO) penyerangan terhadap komunitas beragama ini akan digunakan di wilayah lain. Masih terlalu awal untuk menganggap ini sebagai sebuah model intimidasi yg dilakukan atau didukung parpol atau kubu capres/cawapres tertentu. Hanya saja, kemungkinan kasus ini merupakan sebuah test-case sebuah model utk mengganggu pelaksanaan Pilpres yg akan digelar bulan Juli mendatang, tak bisa dikesampingkan.

Sembari menunggu hasil pengusutan Polri, saya cenderung sepakat dengan kesimpulan awal Komnas HAM bhw peristiwa Sleman ini merupakan aksi yg dilandasi "intoleransi ... segelintir kelompok yang merusak sendi-sendi kehidupan berbhinneka dan berbangsa plural." Namun demikian saya juga berasumsi bhw pelaku serangan telah merencanakan dengan sistematis dan bukan tak mungkin memiliki target bukan hanya di Yogya saja. Indikatornya adalah penggunaan metode yg selama ini mudah utk diidentifikasi oleh publik: aksi penyerangan, perusakan, penyiksaan, dengan diiringi yell-yel keagamaan, serta dilakukan orang-orang yang memakai pakaian yg mencitrakan kelompok Islam tertentu. Itulah sebabnya, Polisi harus cepat melakukan pengusutan terhadap pelaku dan aktor intelektualnya, sehingga adu domba intra ummat dan lintas ummat beragama bisa diredam.

Fakta bahwa JFT juga seorang aktivis yg mendukung pasangan Jokowi-JK (JJ), memudahkan munculnya spekulasi publik bhw aksi kekerasan itu bermotif politik. Ini akan sangat merugikan kubu Prabowo-Hatta (PH) karena dengan sangat mudah diplintir seakan-akan pelakunya terkait dengan kubu tersebut. Lagi-lagi, benih-benih adu domba sangat mudah disebarluaskan di seluruh negeri. Apalagi jika media (termasuk media sosial) tidak bersikap arif serta kritis, maka akan menjadi bagian dari kampanye hitam yg merugikan bangsa. Walhasil, kedua kubu sangat berkepentingan agar kasus ini segera dibongkar sampai akar-akarnya. Jangan sampai MO seperti ini dicopy diberbagai daerah sehingga akan mengancam soliditas bangsa yg kian rentan ini...


Simak tautan ini:

http://news.metrotvnews.com/read/2014/05/30/247345/kasus-penyerangan-sleman-julius-polisi-ikut-diserang
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS