Monday, June 9, 2014

PENDUKUNG CAPRES JANGAN MENGOBOK-OBOK TNI-POLRI

Perguliran isu seputar keterlibatan Babinsa dalam mendukung pasangan capres kini telah sampai pada titik yang mengkhawatirkan. Jika hal ini masih dimainkan, yang paling dirugikan adalah TNI dan akan membahayakan keamanan nasional. TNI yang telah susah payah dan konsisten melakukan reformasi internalnya lebih dari 15 tahun terakhir, sedang menghadapi manuver politisasi demik kemenangan pasangan-2 capres dan cawapres. Siapakah yg menjadi sumber masalah ini?

Saya melihat sumber masalah adalah: 1) Komitmen pimpinan TNI terhadap netralitas lembaganya yg tidak sesuai dengan kenyataan; dan 2) Peran para mantan jenderal TNI dan Polri yang ikut menjadi timses dan pendukung capres. Secara konstitusional, para purnawirawan itu memang punya hak penuh terlibat dalam politik sebagai warganegara RI. Namun demikian, keterlibatan tersebut tidak boleh melibat-libatkan lembaga TNI dan anggota aktif. Pelibatan keduanya adalah pelanggaran serius thd netralitas TNI dan mencederai komitmen alat negara RI itu sendiri.

Fakta-2 yg ada menunjukkan bahwa ada gap antara komitmen dengan pelaksanaan netralitas TNI. Sebagaimana yang pernah disinyalir oleh Presiden SBY ttg adanya upaya menyeret Jenderal aktif dalam Pilpres, hal ini bisa mempengaruhi netralitas jika tidak segera dihentikan. Ditambah lagi dengan kiprah para purnawirawan yang sebagian memiliki sumberdaya, jejaring, dan kekuatan finansial maka potensi gangguan thd netralitas TNI menjadi makin besar. Kabar terjadinya pertemuan Kasad Jenderal Budiman dengan Megawati sebelum penentuan cawapres pendamping Jokowi, dengan mudah menyulut spekulasi publik bahwa petinggi TNI AD tsb telah tidak netral. Kabar adanya oknum Jenderal Polisi yang juga menjadi penghubung antara JK dengan Mega, yg juga dilansir oleh media, makin menambah spekulasi adanya ketidak netralan tsb.

Kini isu keterlibatan Babinsa bisa jadi merupakan bagian dari politisasi tsb. Perkembangan terakhir, Panglima TNI dan Bawaslu menolak tudingan penggunaan Babinsa utk mobilisasi dukungan bagi capres tertentu. Anehnya, justru pihak TNI AD sendiri yang terkesan mengamini tudingan tsb dan bahkan telah menjatuhkan sanksi disiplin kepada dua orang anggotanya. Inilah sebuah indikasi adanya ketidak sinkronan dalam elite TNI yang tidak boleh terjadi. Panglima TNI Jenderal Moeldoko benar ketika beliau kemudian mengambil alih masalah isu Babinsa tsb dan menyatakan bertanggungjawab (http://nasional.kompas.com/read/2014/06/08/1711068/Soal.Kasus.Babinsa.Panglima.TNI.Siap.Bertanggung.Jawab).

Sebagai warganegara yg baik dan peduli dengan keutuhan dan integritas TNI sebagai komponen utama ketahanan negara dan terjaminnya keamanan nasional, saya sangat sepakat dengan langkah Panglima TNI. Saya belum melihat bagaimana Kapolri bersikap. Tindakan disiplin harusnya dilakukan kepada oknum-2 petinggi TNI AD sehingga tidak muncul disharmoni tsb. Lebih lanjut Panglima TNI dan Kapolri juga harus memberikan peringatan tegas kepada para purnawirawan Jenderal yg terlibat dalam timses capres untuk tidak menarik-narik kedua alat negara tsb dalam politik. Walaupun retorika para purnawirawan tsb sudah mengatakan tidak akan menyeret TNI dan Polri, tetapi dalam kenyataan mereka masih memiliki kemampuan dan pengaruh karena solidaritas korps, hubungan lama sebagai pimpinan, dll.

Last but not the least, Presiden juga perlu bertindak tegas terhadap oknum-oknum Jenderal yang tidak netral atau diragukan dalam menjaga netralitas TNI dan/atau Polri. Sebagai panglima tertinggi angkatan perang, Presiden bisa melakukan tindakan mengganti mereka-mereka yang sudah diindikasikan tidak netral. Dengan demikian, martabat TNI akan dipulihkan dan proses demokrasi juga tak akan mendapat gangguan serius karena kekhawatiran adanya intervensi dari militer dalam Pilpres.


Simak tautan ini:

http://www.rmol.co/read/2014/06/09/158705/Beberapa-Keanehan-dalam-Kasus-Babinsa-Koramil-Gambir-
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS