Wednesday, September 17, 2014

PERLUKAH KEMENTERIAN AGAMA GANTI NOMENKLATUR?

Wacana ttg perubahan nomenklatur Kementerian Agama (Kemenag) menjadi Kementerian Wakaf, Haji, dan Zakat (KWHZ), menarik utk dicermati. Kendati masih terlalu prematur utk mempercayai perubahan itu akan terjadi, namun fakta bahwa ada usul tsb dalam perbincangan publik tak bisa disepelekan. Pada saat yg sama kita juga mesti menyikapi usul tsb dg kritis dan mempertimbangkan berbagai faktor sebelum mendukung atau menolak. Kita masih ingat bahwa tak kurang dari almaghfurlah GD sendiri, yg notabene adlh tokoh NU, bersikap sangat kritis thd Kemenag walaupun tidak sampai mengusulkan perubahan nomenklatur, apalagi penghapusannya.

Argumen pengusul perubahan nomenklatur agar Kemenag menjadi KWHZ tentu mendasarkan pada fungsi kementerian yang lebih fokus kepada persoalan-2 kunci yg menjadi kepedulian ummat Islam. Dengan demikian, terjadi sebuah pergeseran fundamental dalam hal landasan keberadaan kementerian ini. Pada Kemenag, maka landasan utamanya adlh kepentingan seluruh ummat beragama di negeri ini, sdeangkan KWHZ hanya melulu kepentingan ummat Islam. Dari sini saja ada sebuah kemunduran paradigma, dari inklusifisme menjadi eksklusifisme. Memang benar bhw selama ini fokus Kemenag lebih didominasi oleh urusan ummat Islam dan masih belum banyak menjangkau kepentingan ummat beragama lainnya, tetapi itu bisa diubah. Bahkan hemat saya, Kemenag pun masih jauh dari berfungsi dlm menghadapi perkembangan bangsa pasca-reformasi dlm permasalahan kehidupan lintas agama. Demikian juga Kemenag yg makin ke sini makin mengalami kemerosotan dalam kepemimpinan serta pengembangan kualitas SDM dan kelembagaan pendidikan, pelayanan Haji, perlindungan kelompok minortas, dll.

Jika Kemenang diubah dengan nomenklatur baru yg visinya eksklusif seperti KWHZ, maka akan terjadi kerugian besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bangsa iini bukan melakukan perubahan yang semakin memperteguh wawasan kebangsaan dan inklusifisme, serta memajukan kehidupan demokrasi melalui multikulturalisme, tetapi malah mengarah kepada eksklusifisme dan bahkan bisa jadi memperteguh pengkotak-kotakan. Inilah yg perlu dipikirkan oleh para pendukung wacana perubahan nomenklatur Kemenag.

Namun bukan berarti kondisi Kemenag saat ini sudah baik. Justru menurut saya sebaliknya, telah terjadi kejumudan, disfungsi, dan bahkan disorientasi karena reformasi di Kementerian ini tidak berjalan. Misalnya, penyelenggaraan Haji mesti diubah total di mana peran negara dan pemerintah (Kemenag) ditekan seminimal mungkin. Manajemen Kementerian juga diubah total sehingga menjadi lebih inklusif, bukan monopoli para lulusan Pendidikan Tinggi Agama seperti UIN dll. Bukan karena mereka kurang baik, tetapi perlu ada penajaman-2 dan diversifikasi serta perluasan cakrawala dari Kemenag baik di pusat maupun daerah. Pemberantasan korupsi juga harus emnjadi target utama dr kementerian ini. Walhasil, bagi saya bukan perubahan nomenklatur itu benar yg mendesak, tetapi revitalisasi melalu reformasi total thd manajemen yg mestinya diprioritaskan.


Simak tautan ini:

 http://indonesiasatu.kompas.com/read/2014/09/17/07461211/pbnu.ingatkan.jokowi.agar.tak.hapus.kementerian.agama
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS