Thursday, September 25, 2014

RUU PILKADA DAN PEMBAJAKAN DEMOKRASI

Dalam sejarah sistem politik demokrasi bukan sekali dua terjadi bhw kekuatan anti demokrasi (pendukubg totaliterisme, fasisme, otoriterisme) berhasil berkuasa dengan lebih dulu menumpang dan kemudian membajak "kendaraan" demokrasi. Kejadian ini dimungkinkan karena demokrasi membuka pintu bagi perbedaan pendapat (dissent) dan melindungi aspirasi pelakunya dari ancaman jika tidak sepakat. Prinsip spt ini tdk ada dlm sistem politik manapun, apalagi pada berbagai rezim otoriter dan totaliter. Itu sebabnya, sistem demokrasi rentan dibajak oleh pihak2 yg tdk bermaksud memertahankannya, tetapi hanya memanfaatkan utk sementara sampai mrk berkuasa dan, setelah itu, memberangusnya!
Itulah yg terjadi di Jerman saat Hitler mengambil alih kepemimpinan lewat Parlemen. Itu pula yg terjadi pada Revolusi Rusia ketika Lenin merampas kekuasaan dan menegakkan "diktator proletariat" di bawah partai komunis. Rezim2 otoriter dunia ketiga sarat dg contoh yg sama termasuk di Indonesia di bawah rezim Orla dan Orba. Sayangnya setelah lepas dari rezim Orba pd 1998 dan menjalankan reformasi lebih dr 15 th, negeri ini kembali dlm ancaman pihak2 anti-demokrasi yg siap membajaknya dg berbagai modus operandi.
Kasus pembentukan UU Pilkada adlh salah satu test case bg para pembajak demokrasi selain berbagai cara lain. Mereka menjadi penumpang kendaraan yg bernama lembaga legislatif (DPR-RI), lalu berupaya membajaknya dan menyandera penumpangnya utk menggolkan target jangka pendek yaitu Pilkada lewat DPRD. Jika berhasil, mk sebuah oligarki kekuasaan parpol akan digunakan utk memotong aspirasi rakyat (tujuan jangka menengah),dan tujuan akhir mereka adlh matinya demokrasi atau, setidaknya, munculnya sistem demokrasi "seolah-olah" di Indonesia!.
Parpol2 pengusung pilkada DPRD adalah para pecundang Pemilu 2014 khususnya Pilpres. Koalisi yg menamakan diri KMP adlh kumpulan parpol yg tdk rela dan ketakutan jika rakyat memilih sendiri dan menentukan siapa yg layak menjadi pemegang kekuasaan eksekutif daerah. Dg berbagai dalih, politisi mrk mencoba memanipulasi demokrasi yg memang masih ringkih di Republik ini. Karenanya upaya pembajakan yg mrk lakukan bisa jadi akan lancar bila rakyat lengah. Sayangnya, kekuatan parpol yg menolak pilkada DPRD relatif lemah di Parlemen karena di antara mereka pun banyak oknum politisi sontoloyo (poliyo) yg tdk terlalu terganggu apapun yg akan terjadi!
Inilah hari2 yg kelabu dlm perkembangan demokrasi kita. Hari2 ketika para pembajak yg menggunakan bendera demokrasi dg mudah mengecoh rakyat Indonesia. Atas nama demokrasi pula mereka sedang berusaha memasung dan menghancurkannya!
Akankah kita biarkan para pembajak itu berkuasa? Jawabnya ada di tangan anda sbg warganegara yg berdaulat.

Simak tautan ini:

http://m.rmol.co/news.php?id=173466
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS