Friday, October 10, 2014

KMP DAN "BACKLASH" AKIBAT STATEMEN HASHIM

Pernyataan Hashim Djojohadikusumo (HD) yg awalnya dimuat di koran ' The Wall Street Journal' (WSJ) dan ditujukan kepada Presiden terpilih Jokowi dan Pemerintahannya nanti, ternyata menuai respon publik di tanah air yang pada umumnya negatif dan merugikan pihak Koalisi Merah Putih (KMP). Dan karena negatifnya itu, pihak KMP, baik secara kolektif maupun masing-2 parpol anggotanya, rame-rame bersuara menolak ikut mengamini omongan HD. Setelah PAN, Golkar, PKS, PD, dan PPP, kini Gerindra (partai dimana DH adlh Waketum Dewan penasehatnya) pun ikut menyatakan bhw omongan DH itu adlah pribadi dan tdk mewakili KMP. Fadli Zon (FZ), politisi paling vokal dari Gerindra dan Wakil Ketua DPR yg baru, bahkan terkesan harus memberi penafsiran yg "mbulet" thd omongan HD agar agak enak didengar dan dibaca publik.

Apa lacur, omongan HD kini telah menuai reaksi negatif dari publik Indonesia, sebagaimana kita lihat di media umum maupun jejaring sosial. Kini, seperti kata pepatah "mulutmu adalah harimaumu", DH dan KMP sedang menghadapi pukulan balik atau "backlash" dari publik dan tentu saja dari kubu lawan, Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Presiden terpilih Jokowi. Untuk itu, strategi komunikasi publik yg dipakai oleh KMP adalah: 1) Mengambil jarak dari DH; atau 2) Membuat tafsir sedemikian rupa agar omongan DH kedengaran positif. Sayangnya, baik strategi nomor 1 maupun nomor 2, tampak tidak cukup efektif. KMP belum mampu menghindari kecurigaan publik tentang adanya semacam konspirasi untuk menggagalkan atau setidaknya menjegal Presiden Jokowi dan pemerintahnya ke depan. Namanya saja kecurigaan, tentu tidak boleh ditelan mentah-mentah sebagai fakta. Namun dalam dunia politik, kecurigaan adalah sebuah keniscayaan yang selalu ada dan harus diwaspadai jika tidak ingin terjebak dalam kesulitan dan persoalan yang bisa mengancam eksistensinya.

Ada berbagai alasan kenapa kecurigaan akan adanya konspirasi utk menggagalkan/menjegal Pemerintah Jokowi itu muncul: 1) Masih kuatnya kesan belum legowonya pihak KMP, khususnya Gerindra, menerima kekalahan dalam Pilpres yg secara hukum sudah dianggap selesai; 2) Masih kuatnya personalisasi konflik politik di antara para elite politik dari kedua kubu, KMP dan KIH; 3) Ingatan publik terhadap peristiwa-2 politik di masa lalu terkait konflik antar parpol dan tokoh-2nya, seperti pemakzulan terhadap Presiden ke 4, alm. Gus Dur; dan 4) Masih bercokolnya para politisi yg memiliki rekam jejak ekonomis dalam kejujuran alias suka plinplan dalam ruang politik formal (parpol, parlemen, pemerintah, dll).

Walhasil, statemen DH yang mungkin merupakan pandangan pribadi ybs kini telah berubah menjadi semacam rujukan atau reference dalam wacana dan praksis politik pasca-Pilpres setidaknya dalam 5 tahun ke depan. KMP boleh saja menikmati keunggulan dalam manuver-2 politik di Parlemen, tetapi dalam politik wacana dan merebut simpati publik, bisa jadi ia telah mengalami kekalahan cukup serius yg bisa menggusur capaian tsb. Yakni tumbuhnya pandangan publik yang kurang simpatik thd KMP yang dengan mudah akan berkembang. Apalagi jika dalam dinamika politik ke depan, kecurigaan thd adanya agenda konspiratif thd Pemerintahan Jokowi ternyata didukung bukti-2 yg valid berupa kiprah para tokoh dan politis KMP!


Simak tautan ini:

http://indonesiasatu.kompas.com/read/2014/10/10/08175881/fadli.zon.pernyataan.hashim.bukan.mewakili.koalisi.merah.putih
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS