Tuesday, October 14, 2014

MANA YG LAYAK DIBANGGAKAN: JOKOWI ATAU FAHRI?

Wakil Ketua DPR-RI yang terhormat dari PKS, Fahri Hamzah (FH), tentu berhak utk tidak mengapresiasi atau tidak berbangga ketika Preisden Jokowi bertemu dengan penemu dan pendiri jejaring sosial Facebook, Mark Zuckenberg (MZ) di Jakarta kemaren. Dan ia juga berhak menghimbau dan mengajak publik utk mengikutinya. Tetapi publik juga berhak untuk menilai apakah alasan yg digunakan FH bisa dipertimbangkan, diterima, dan bahkan diikuti, atau sebaliknya. Sebagai seorang pemimpin lembaga tinggi negara, omongan FH tentu tidak bisa disamakan dengan omongan rakyat biasa seperti saya, karena dia akan menjadi referensi rakyat Indonesia. FH bukan hanya referensi bagi para anggota, kader, dan simpatisan PKS saja, dan omongannya dg cepat akan menyebar ke seluruh dunia. Dengan demikian pengaruh omongan FH jelas sangat besar dan bahkan sampai tingkat tertentu mewakili sebagaian dari bangsa kita.

Alasan FH mengapa pertemuan kedua tokoh tsb tidak perlu dibanggakan adalah karena 'pertemuan itu hanya mempertegas bahwa Jokowi adalah "kekasih" media sosial..' atau dengan kutipan yg langsung dari mulut FH: "Jokowi memang the darling of social media.." Alasan berikutnya adalah karena facebook dan jejaring sosial adalah fenomena "dunia maya" yang berbeda dengan "dunia nyata." Karena itu, masih menurut FH, tidak ada yang perlu dibanggakan. Mengutip omongan FH lagi, "(k)ita bertanya-tanya, apakah kita ada di dunia maya atau dunia nyata? Yang nyata adalah listrik mati, jembatan putus. Di luar itu, ini adalah dunia maya, jangan kita berbangga-bangga." Saya tidak tahu persis apakah dg demikian, dlm pandangan FH, berarti bhw fakta bhw Jokowi berhasil menjadi Presiden RI ke 7 hanyalah fenomena "maya" saja, bukan dunia nyata, atau sebagian besar hanya fenomena maya, dan yang nyata hanya kecil saja?. Wallahu a'lam.

Terlepas dari apa maksud yg sebenarnya, buat saya, dua alasan yg dikemukakan FH tidak bisa dipertanggungjawabkan secara nalar, bahkan lebih jauh lagi ada terbersit hipokrisi di sana. Secara nalar, kalaupun Jokowi benar sebagai "darling of the media", termasuk dan khususnya jejaring media sosial (medsos), apakah fakta itu sendiri tidak layak dibanggakan? Bukankah fenomen medsos telah berdampak sangat luas dan mendalam terhadap perkembangan masyarakat dan bangsa Indonesia di segala bidang, termasuk ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya, serta hankam? Bukankah PKS sendiri adalah parpol yg sangat terkemuka dalam memanfaatkan medsos dalam kiprahnya memperluas pengaruhnya di seluruh Indonesia bahkan dunia. Sehingga PKS sendiri berhak utk dibanggakan sebagai salah satu fenomena media sosial paling top di negeri ini. Lebih jauh lagi, apakah FH sendiri bukan salah satu "darlings of the media" dan menjadi sohor (dlm arti positif maupun negatif) gara-gara sosmed juga?

Kemudian, terkait dengan alasan kedua yakni dikotomi antara dunia maya dan dunia nyata, pertanyaan saya adlh apakah lalu keduanya begitu terpisah dalam kehidupan manusia, sehingga yang satu menegasikan yg lain? Bukankah apa yang nyata seringkali merupakan implikasi dan perwujudan dari yang maya, misalnya gagasan, pikiran, harapan, dan imajinasi? Saya tidak yakin bahwa dlm kehidupan keseharian FH sendiri, misalnya, ia bisa dengan sangat tegas memisahkan antara apa yg maya dan nyata lalu hanya peduli dg yg disebut terakhir itu saja!. Dalam kehidupan dan karirnya sebagai politisi, bukankah FH setiap saat menggunakan kombinnasi dr "maya-nyata", misalnya saat berpidato, berceramah, dan berwacana. Fh tentu sangat fasih dengan memakai argumentasi yang bersumber dari yg 'maya' seperti ajaran agama, ideologi, cita-cita, dll? Lalu apakah kemudian orang harus menampik semua omongan FH karena semuanya berbau ke'mayaan' itu? Laghi-lagi saya membaui aroma hipokrisi di sini.

Walhasil, jika hanya dua alasan itu yg diajukan oleh FH untuk mengajak orang tidak berbangga pd Jokowi dan pertemuannya dengan MZ, saya tidak bisa menerimanya apalagi mengikuti anjuran tsb. Kualitas omongan FH hanyalah sebuah indikasi orang yang "sirik tanda tak mampu" saja. Paling jauh, omongan tersebut adalah salah satu dari sekian banyak demagogi politik murahan yang seringkali muncul dari FH. Bukan saja demagogi tsb tidak mendidik rakyat Indonesia, tetapi malah beresiko merendahkan nama lembaga tinggi negara  yg namanya DPR. Karena lembaga yang semestinya prestisius seperti Parlemen ternyata dipimpin oleh politisi yang lebih mengedepankan rasa sirik dan melupakan pentingnya kesantunan. Saya terus terang dalam hal ini lebih berbangga pada Presiden Jokowi ketimbang pada Wakil Ketua DPR yg terhormat, FH. Saya tdk tahu bgmn dg anda...

Simak tautan ini:

http://nasional.kompas.com/read/2014/10/13/12560701/Fahri.Hamzah.Pertemuan.Jokowi.dan.Mark.Zuckerberg.Jangan.Dibanggakan.?utm_campaign=popread&utm_medium=bp&utm_source=news
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS