Friday, October 3, 2014

MASIH DIPERLUKAN KOMPROMI POLITIK PASCA-PERPPU

Langkah Presiden SBY mengajukan Perppu No 1 dan 2/ 2014 tentang Pilkada dan Pemerintahan Daerah mungkin bisa menjadi jalan bagi Presiden terpilih Jokowi dan kubu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) untuk menciptakan keseimbangan dan stabilitas di DPR. Jika KIH tidak melakukan terobosan-2 politik, saya khawatir masa Kepresidenan Jokowi yg sejatinya sangat populer itu, bukan saja di Indonesia tetapi juga di masyarakat internasional, bisa terganggu dan berpotensi tidak stabil. Bahkan jika mengikuti pandangan para pengamat politik dari CSIS seperti J. Kristiadi dan Fernandes, skenario pemakzulan thd Presiden Jokowi oleh kubu Koalisi Merah Putih (KMP) pun bukan 'hil yg mustahal'!

Dari perspektif hukum tata negara, kedua Perppu tsb memang bisa dianggap sebagai sebuah terobosan karena telah mampu (utk sementara) menganulir penerapan UU Pilkada yg baru saja disahkan tetapi telah menuai kemarahan publik di mana-mana (bahkan di Paris pun, bbrp hari lalu, ada unjuk rasa dr komunitas Indonesia yg memrotes UU tsb). Sayangnya, dari perspektif politik praktis, kedua Perppu ini tidak akan bermanfaat bagi KIH jika nanti ditolak DPR setelah 30 hari. Suka atau tidak, potensi penolakan tsb. sangat nyata, sebagaimana dikemukakan oleh Ketua Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW), bbrp hari lalu. Kekuatan KIH di DPR sampai saat ini tdk mungkin bisa mengalahkan kekuatan KMP. Apalagi kini PD sudah terang benderang ada di pihak KMP setelah mendapat posisi strategis sebagai salah satu pimpinan DPR.

Pemerintah Jokowi dan KIH di DPR harus berani melakukan terobosan jika mereka memang menginginkan kekuatan pendukung di Parlemen mampu utk mengatasi upaya KMP membuat Pemerintah Jokowi nanti tdk mampu mewujudkan platform dan program2 kerjanya dengan mulus. KIHdi DPR mesti melihat "gambar yg lebih besar" dan tidak hanya normatif belaka dalam menyikapi dinamika ini. Langkah Presiden SBY dg Perppu ini sejatinya bisa dimanfaatkan KIH dengan membuka dialog dan akomodasi politik kepada parpol-2 yg ada di KMP. Mungkin saja biaya kompromi politik yang harus dibayar akan lumayan, tetapi jika dibandingkan dengan kerumitan yg akan dihadapi nanti, mungkin masih rasional.

Saya tidak melihat alternatif yang lebih afdol bagi KIH di DPR. Di ranah publik, mungkin saja Pemerintah bisa melakukan penggalangan dukungan dari elemen-2 masyarakat sipil, media, intelektual, dll utk membantu menekan  KMP di DPR. Namun strategi ini cukup riskan utk dipakai sebagai alternatif yg diandalakan. Sebab sifat dukungan politik dari masyarakat sipil ini sangat cair dan mudah berubah. Bagaimanapun juga, politik elektoral (DPR/DPRD/DPD) lebih bisa diprediksi dan memiliki tingkat legitimasi legal formal yg lebih kuat. Hanya jika negeri ini dlam situasi krisis maka tekanan publik yang massif bisa membantu. Dalam kondisi saat ini, gerakan massa tampaknya masih belum cukup efektif. Apalagi jika pemerintahan Jokowi nanti tdk kunjung mampu mewujudkan program-2nya kepada rakyat.

Itulah pilihan-pilihan politik yg tersedia bagi Jokowi dan KIH. Belajar dari pengalaman sebelumnya, diperlukan keseimbangan antara eksekutif dan legislatif agar Pemerintahan bisa bertahan dan bekerja. Pengalaman 10 th pemerintahan Pak SBY menunjukkan bhw kendati pihak pemerinah sudah didukung mayoritas partai, ternyata masih belum bisa diandalkan sepenuhnya di DPR. Apalagi jika koalisi pendukung Pemerintah lemah seperti KIH, setidaknya utk sementara waktu ini. Mungkinkah elit 2 dlm KIH mau melakukan kompromi politik ini? Jawabnya terpulang pada kebijaksanaan dan kenegarawanan mereka.


Simak tautan ini:

 http://nasional.kompas.com/read/2014/10/03/09190651/Ini.Isi.Perppu.Pilkada.yang.Dikeluarkan.Presiden.SBY
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS