Saturday, October 4, 2014

MENGAPA KIH CENDERUNG MEMELAS DAN TIDAK EFEKTIF MELAWAN KMP?

Statemen Trimedya Panjaitan (TP), politisi PDIP di DPR-RI, bhw jika mau partainya bisa mengerahkan sejuta massa untuk hadang koalisi Merah Putih (KMP), menurut saya, sangat tidak bermutu dan mencerminkan sebuah keputus asaan. Pernyataan TP mengesankan bahwa partainya dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) sudah buntu menghadapi manuver lawannya, yan Koalisi Merah Putih (KMP) di Senayan, setelah kalah 3:0 dalam tempo kurang dari sebulan terakhir. KIH dikalahkan KMP dalam soal UU MD3, UU Pilkada, dan perebutan posisi kepemimpinan di DPR. Kekalahan ini bisa saja bertambah, misalnya dalam peilihan pimpinan di MPR dan juga penentuan apakah Perppu Pilkada akan dijadikan UU menggantikan UU Pilkada yg baru saja disahkan dan ditetapkan DPR, kendati tanpa tanda tangan Presiden SBY.

TP seakan-akan melontarkan ancaman akan menggunakan people power dari pendukung partainya yg konon berjumlah 50 juta pemilih itu. Tetapi pada saat yg sama TP juga tidak bernai tegas dengan alasan menghindarkan anarki. Karena itu dia mengatakan akan memilih jalan hukum saja menghadapi gempuran KMP. Bagi saya, memakai tekanan masyarakat sipil tidak harus diidentikkan dengan anarkisme, karena dalam demokrasi pengerahan massa adalah sah-sah saja. Yang harus dihindari adalah pengerahan massa yg menyebabkan kekerasan sehingga hasilnya justru bisa berbalik menghantam pihak yg melaksanakan. Beberapa kali dalam praktik berdemokrasi, unjuk rasa bisa digunakan secara efektif untuk menunjukkan kepada para politisi di Senayan bhw rakyat tidak berpihak kepada mereka. Kasus UU Perburuhan, kasus Cicak vs Buaya, kasus Ibu Prita vs RS Omin Internasional, dll. menunjukkan dengan telak bhw tekanan publik bisa efektif dan tidak anarkis.

Maka itu, jika TP dan PDIP khawatir dg menggunakan tekanan publik setelah dikalahkan KMP, kemungkinan besar bukan karena soal anarki, tetapi karena dia tidak pede apakah akan mempu menggalang dukungan seperti itu. Boleh saja PDIP dan KIH dipilih puluhan juta rakyat, tetapi kalau penampilan elit parpol dan politisinya di Senayan tidak bermutu, maka rakyat yg sebelumnya memilih juga enggan utk mendukung dengan unjuk rasa. Tampilan elit dan politisi KIH beberapa hari terakhir ini memang tampak memelas dan seperti tidak punya rasa percaya diri. Yang dilakukan hanyalah sesumbar seakan-akan rakyat di belakang mereka, namun resonansinya dalam manuver politik di ranah formal seperti DPR masih sangat tidak sesuai dg sesumbar tsb. Bahkan upaya melakukan pertemuan antara Megawai dengan SBY saja masih mbulet dan kelihatannya tidak akan kunjung terjadi.

Ini bukan berarti ulah KMP mendapat dukungan dan disukai oleh rakyat Indonesia. Sebab jika dilihat dari wacana publik di jejaring sosial, misalnya, bisa dikatakan bhw publik sangat tidak simpatik dengan manuver KMP, termasuk drama yang dimainkan PD dan Presiden SBY. Kendati demikian, karena KIH dan khususnya PDIP seperti mati langkah, dan hanya sesumbar dengan wacana-2 normatif seperti yg diomongkan TP di atas, maka rakyat pun bisa saja akan mengambil sikap menunggu alias "wait and see" saja. Yang diharapkan rakyat Indonesia adalah sikap dan manuver KIH yg cerdas dan efektif dalam mencari terobosan pemecahan dari kebuntuan politik saat ini. Kalau KIH hanya mengandalkan orang-2 seperti TP di DPR, maka jangan menyesal kalau Pemerintahan Jokowi nanti akan menghadapi gempuran demi gempuran serta halangan dari pihak oposisi, tanpa mendapat dukungan rakyat yg sebelumnya memilihnya dg antusias.  



Simak tautan ini:


http://indonesiasatu.kompas.com/read/2014/10/04/15273911/jika.mau.pdi-p.klaim.bisa.kerahkan.1.juta.orang.untuk.hadang.koalisi.merah.putih
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS