Mengapa di Indonesia masalah penyebaran kebencian (hate speech) dan politik berlandaskan kebencian (hatred politics) cenderung berkembang dan dibiarkan berkembang? Apakah karena sistem demokrasi yang mengasumsikan terjamin dan terlindunginya hak-2 asasi serta pelaksanaannya? Ataukah ada faktor-2 kultural yang dapat digunakan utk mendukung hate speech dan hatred politics tsb? Ataukah fenomena tersebut merupakan implikasi dari pertarungan elite politik yang mempergunakan segala cara, termasuk hate speech, di dalam merebut posisi dan pengaruh?
Sistem demokrasi dilandasi oleh prinsip adanya jaminan dan perlindungan HAM utk keberadaan, pertumbuhan dan perkembangan, serta kesinambungannya. Kendati demikian sistem demokrasi juga menganut prinsip rule of law, agar jaminan dan perlindungan serta pelaksanaan HAM tidak menciptakan kekacauan dan anarki. Itulah sebabnya, hate speech dan hatred politics tidak termasuk dlm prinsip perlindungan HAM. Hate speech sama dengan intoleransi yang merupakan musuh dan antitesa dari prinsip HAM. Demikian pula politik berdasarkan kebencian secara prinsipil tidak memiliki tempat dalam sebuah sistem demokrasi, apalagi dalam konteks Indonesia yg pluralistik.
Faktor budaya yg melandasi kebencian jelas ada, sebab dalam masyarakat multikultur seperti Indonesia, persingggungan nilai-nilai budaya, orientasi budaya, dan ekspressi budaya tak bisa dicegah dan bahkan merupakan hal yang natural. Namun demikian, dalam praktik kehidupan bermasyarakat yag telah berabad-2 lamanya, mustahil jika kebencian menjadi landasan budaya dominan. Sebab jika demikian niscaya bangunan masyarakat Indonesia sudah runtuh sejak lama.
Jadi tinggal satu faktor yg menjadi penyebab utama marak dan berkembangnya hate speech dan hatred politics di negeri ini di era pasca-Reformasi, yaitu ketidak mampuan elite politik dan masyarakat utk mengelola konflik kepentingan sehingga mereka menggunakan segala cara termasuk manipulasi primordialisme yang berujung pada munculnya hate speech dan hatred politics tsb. Elit penguasa bukan saja abai, tetapi justru memanfaatkan gagasan dan gerakan serta organisasi yang menggunakan kebencian atas nama agama, ras, etnik, dll utuk alat tawar menawar posisi. Elit dalam masyarakat sipil juga setali tiga uang, mereka memanfaatkan fenomena hate speech dan hatred politik tsb utk menangguk keuntungan kelompok, termasuk akses pada sumberdaya politik dan ekonomi.
Hukum yang seharusnya bisa menjadi landasan dan instrumen bagi penegakan sistem demokrasi, justru dibungkam ketika berhadapan dengan kiprah kelompok dan organisasi penyebar kebencian. Maka terjadilah sebuah anomali yg luar biasa dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara di negeri ini. Masyarakat yg dikenal dan percaya bhw dirinya adalah toleran dan harmonis, ternyata menjadi penyebar kebencian dan politik pecah belah, Negara yg demokratis dan memiliki landasan negara yg luhur seperti Pancasila, ternyat menjadi pelindung dan pembiar gagasan, dan praktik-2 kebencian yang akan menghancurkan dirinya sendiri.
Simak tautan ini:
http://www.tempo.co/read/news/2014/12/02/078625797/Sebarkan-Kebencian-FPI-Membajak-Demokrasi
Tuesday, December 2, 2014
Home »
» ANATOMI PENYEBARAN IDEOLOGI DAN PRAKTIK POLITIK KEBENCIAN
Sungguh sangat memprihatinkan memang mengamati kehidupan sosial kelompok masyarakat tertentu saat ini.
ReplyDeleteTerkadang kita bertanya apa yang sebenarnya terjadi?
Namun sepanjang kalimat tanya itu terlontar, sepanjang itu pula timbul pertanyaan-pertanyaan lain. Seolah tak terputus saja, dengan perolehan jawaban yang juga belum menjawab hal pokoknya.
Ayo para sahabat intelektual negeri.. bangunkan kekuatan intelektualmu untuk mencari solusi atas tumbuhnya 'kebencian', yang mulai menyebar akarnya ke sebagian organ anak bangsa...