Saturday, December 20, 2014

PENJAGAAN NATAL & POTRET BURAM KEHIDUPAN BERAGAMA DI INDONESIA

Pendapat saya pribadi, selama peribadatan dan pesta Natal di Indonesia masih memerlukan penjagaan, apakah itu dari aparatur keamanan negara maupun dari masyarakat sipil, seperti Banser Anshor, maka yang namanya hak kebebasan menjalankan keyakinan dan agama di negeri ini masih belum sepenuhnya terjamin. Setidaknya, bagi pemeluk Kristiani. Sebab, pelaksanaan ibadah dan peringatan keagamaan lain, seperti shalat Ied atau Galungan, Imlek, dll relatif tidak memerlukan penjagaan tersebut. Kalau toh ada, itu merupakan kesiagaan dan tugas rutin para penegak hukum. Bukan semacam kegiatan khusus apalagi yang merogoh kocek ummat beragama tsb.

Pandangan saya initentu akan banyak ditentang, dan saya kira silakan saja. Sudah pasti saya pun tidak akan melarang jika ada ormas seperti Anshor dan bahkan FPI mengerahkan anggota-2nya melindungi Gereja atau ummat yang sedang bermisa Natal dsb. Bahkan justru karena asumsi saya bhw kondisi kebebasan menjalankan keyakinan yang masih belum sepenuhnya terjamin itu, upaya-2 seperti yg dibuat Banser Anshor semenjak pasca-Reformasi itu perlu mendapat pujian karena hal itu muncul dari semangat solidaritas lintas-agama dan kebangsaan Bukan karena minta dipuji, apalagi keuntungan dan kepentingan politik pencitraan. Faktanya memang berkali-2 ada ancaman dan bahkan aksi teror thd Gereja pada setiap musim Natal sejak th 2000. Jadi selama 14 tahun ini, bantuan dari Anshor sangat bermanfaat dan saya kira juga diakui oleh saudara sebangsa yg beragama Kristen dan/atau Katolik.

Hanya saja sejatinya kita sebagai bangsa, tidak bisa lantas berbangga dengan lapis-2 pengamanan tsb ketika Natal tiba. Bagaimana mungkin para plaksana peribadatan dan perayaan bisa khusyuk dan tenang jika selalu ada kekhawatiran dan mesti diperiksa ketika mau masuk Gereja-2 di kota-2 tertentu! Kata-2 "Damai di Bumi, damai di Hati" yg sering didengungkan dalam perayaan Natal, menjadi semacam ironi dan bahkan paradoks dalam situasi sosial dan psikologis demikian. Natalan yg khusyuk, damai, menggembirakan, dan akrab hanya mungkin terjadi jika apa yang dilakukan di dalam dan di luar Gereja lebih kurang sama. Kurang dari itu, maka berarti ada masalah dan bahkan bisa berarti semu!

Jadi, kendati saya bisa memahami perasaan teman, sahabat, dan saudara-2 sebangsa ummat Kristiani yang bangga dan suka karena banyaknya pengamanan saat perayaan Natal di Indonesia (bahkan disiarkan TV ke seantero dunia utk menunjukkan solidaritas lintas agama dan perikehidupan beragama), bagi saya pribadi masih terasa ironis dan mengganggu nurani. Maunya saya, sih, acara Natalan ya berjalan biasa, normal, tdk usah banyak Banser yang menjaga (apalagi ditambah dg FPI). Rasanya saya pernah menyaksikan yang seperti itu di kampung saya atau di kota Tuban kala saya masih sekolah SD dan SMP. Dan mungkin juga di daerah-2 lain di negeri tercinta ini. Kalau kini uumat Kristiani lantas membiasakan diri dan malah merasa baru sreg jika Nataan dijaga  ketat, bagi saya sangat  menyedihkan. Sorry!

Simak tautan ini:

http://www.tempo.co/read/news/2014/12/19/214629773/FPI-Siap-Amankan-Natal-Asalkan
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS