Friday, March 6, 2015

MEMPERTIMBANGKAN PLUS DAN MINUS BARTER TAHANAN NARKOBA

Barter tahanan antar negara, setahu saya bukanlah hal yang aneh. Praktik semacam itu sering dilakukan, misalnya tahanan spionase, tahanan perang, tahanan kriminal berat. Praktik semacam ini tentu dilakukan di luar kerangka perjanjian ekstradisi. Soalnya, kini adalah apakah pertukaran (barter) tahanan kriminalitas narkoba seperti Indonesia dan Australia itu dimungkinkan atau tidak? Secara kasatmata, Ausie menawarkan tiga orang warganegara RI yang kini dalam penjara negeri tsb karena kejahatan narkoba. Sementara warganegara Ausie yang akan dijatuhi hukuman mati di Indonesia berjumlah dua orang. Yang saya tidak tahu informasinya, adalah jenis hukuman ketiga orang Indonesia itu apa. Yang sudah pasti adalah fakta bhw negara Kanguru tidak mengenal hukuman mati.

Penolakan Presiden Jokowi (PJ) terhadap tawaran Pemerintah Tony Abbot (TA) dari Australia ini perlu pertimbangan lagi secara serius. Bukan hanya mengunakan faktor kepentingan politik jangka pendek, rasa nasionalisme dan kewibawaan Pemerintah serta karena tidak adanya aturan hukum yang menjadi dasar pertukaran tahanan. Saya kira penting juga memikirkan implikasi yang lebih luas seperti hubungan kedua negara, kerjasama penanggulangan narkoba, serta terobosan hukum yang bisa dilakukan karena kondisi dan situasi yang berubah dalam hubungan internasional yang bisa berdampak pada kepentingan dan keamanan nasional dalam jangka panjang.

Saya tidak sependapat dengan pandangan yang menganggap masalah ini hanya karena soal hukum belaka (menurut JK), atau karena pertukaran tahanan seakan-akan manusia dipertukarkan seperti barang (menurut Menhan Ryamizard). Faktanya, dlm sejarah kita Presiden RI-1, Bung Karno, sendiri pernah melakukan pertukaran tahanan AS dengan barang, misalnya. Kalaupun penjahat narkoba yang dikembalikan ke Ausie tidak dihukum mati nanti di sana, dan penjahat narkoba Indonesia misalnya dihukum mati jika dikembalikan ke negeri kita, itu sama sekali adalah kedaulatan hukum masing-2 negara. Yang menjadi masalah bukan itu tetapi apakah dengan melakukan tukar menukar tsb RI dan Ausie akan mengalami kerugian yang luar biasa. Misalnya akan mencederai keamanan nasional dan kepentingan nasional kedua negara atau tidak?

Untuk sementara saya belum bisa diyakinkan bahwa pertukaran tahanan ini adalah sesuatu yang mencederai kewibawaan dan harkat serta martabat bangsa Indonesia, atau merupakan ancaman bagi kedaulatan RI. Ini sangat berbeda dengan misalanya jika Ausie melakukan pemaksaan kehendak dan berusaha melarang pelaksanaan hukuman mati yang memang berlaku dalam sistem hukum di Indonesia! Saya kira tawaran TA perlu dipikirkan secara serius dengan mempertimbangkan berbagai faktor. Jangan hanya melihat dalam perspektif politik sesaat belaka. Saya tetap mendukung kedaulatan RI utk menerapkan hukuman ynag memang berlaku di wilayah negeri ini. Tetapi saya juga tidak menutup kemungkinan terobosan hukum dilakukan, sejauh hal itu sama sekali tidak bertentangan dengan kedaulatan, kepentingan, dan keamanan nasional.


Simak tautan ini:

http://politik.rmol.co/read/2015/03/06/194402/Menteri-Retno:-Saya-Sudah-Lapor-Tawaran-Bishop,-Jokowi-Tetap-Tolak-Barter-
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS