Thursday, April 23, 2015

MENCERMATI PIDATO PRESIDEN JOKOWI PADA PEMBUKAAN KAA

Pidato Presiden Jokowi (PJ) dalam Pembukaan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke 60, hemat saya cukup baik walaupun tidak sehebat yang disebut oleh sebagian pengamat atau media. Penampilan dan bahasa tubuh (body language) PJ masi kaku dan terkesan hanya membaca teks tanpa penghayatan. Penekanan-penekanan kata dan intonasi suara sering tidak pas letaknya, mungkin saja karena tidak sempat latihan. Ini beda dengan presiden SBY yg, konon, selalu malakukan rehearsal sebelum pidato kendati beliau paham isi pidato tsb. Karenanya, jangan kaget ketikan PJ mengakhiri pidato terasa 'mak jleg', seperti mobil kena jeglongan alias kurang mulus transisinya. PJ jelas bukan seorang orator dan masih perlu waktu agar bisa santai ketika berada di panggung seperti itu. Dan hal ini bukan sesuatu yang tak bisa diperbaiki dengan latihan dan pengalaman yang makin banyak di masa mendatang.

Dari segi substansi, pidato PJ menyentuh beberapa isu geopolitik, geoekonomi, dan geostrategi mutakhir, seperti kesenjangan antara engara maju dan negara berkembang, dominasi lembaga-lembaga keuangan raksasa, dan masalah kekerasan serta radikalisme di tingkat global. PJ juga menunjukkan bahwa negara KAA memiliki potensi utk bangkit menjadi pelopor dalm menciptakan tata dunia yang lebih sejahtera, berdaulat, dan setara. Termasuk Indonesia yang merupakan negara demokrasi terbesar ke 3 di dunia, negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia, dan negara yang menjadi jembatan bagi interkonektivitas ekonomi dunia. Dan, last but not the least, PJ menyerukan adanya reformasi PBB serta komitmen memperjuangkan kemerdekaan Palestina. (http://nasional.kompas.com/read/2015/04/23/06412611/Ini.Isi.Pidato.Jokowi.yang.Mendapat.Sambutan.Hangat.Peserta.KAA?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Khlwp)

Semua substansi tsb jelas penting. Hanya saja dalam konteks global pasca Perang Dingin, dan posisi RI sendiri yang masih mengalami banyak kelemahan dalam berbagai bidang di era pasca-reformasi, pidato tersebut menjadi seperti "daftar keinginan" dan "daftar cucian" (laundry list) belaka. Mungkin sebagai pidato penyemangat, tidak masalah dan mungkin harus demikian. Pada tataran implementasinya, keinginan-2 besar tersebut pada akhirnya harus dihadapkan pada realitas geopolitik dan ekonomi global. Fakta PJ sendiri lebih banyak mengelaborasi soal kerjasama ekonomi, menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh dari mampu utk menjadi pelopor seperti Indonesia pada 60 th lalu.

KAA dalam konteks abad ke 21 semestinya bukan hanya bernostalgia atas kejayaan masa lalu. Narasi pidato PJ, sayangnya, masih sarat dengan nostalgia ketimbang gagasan visioner perubahan global. Pidato PJ mungkin bagus jika menjadi representasi kepentingan Indonesia sebagai negara yang ada di dalam kelompok Selatan. Tetapi jika utk menginspirasi suatu gerakan reformasi yang besar di tingkat global, tampaknya masih kalah jauh dibanding pidato BK pada 1955 di Bandung.

Selamat berkonferensi!


Simak Video ini:

https://www.youtube.com/watch?v=hWeLOYLOkZ0
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS