Salut utk ketegasan lima pimpinan KPK ini: siap mundur dari jabatan mereka jika Novel Baswedan (NB) ditahan oleh Bareskrim Polri. Sikap yg seperti inilah yang sangat diharapkan oleh publik ketika KPK menghadapi proses kriminalisasi dan pelemahan terhadapnya. Dam tentunya sikap seperti ini bukan hanya gertak sambal atau perilaku spontan dan emosional belaka, tetapi telah diperhitungkan dari berbagai sudut: legal formal, politik, keamanan, dan sosial. Reaksi minor terhadap sikap ini sudah pasti akan bermunculan. Bahkan reaksi yang abu-abu dari Wapres JK juga merupakan suatu resiko (http://nasional.kompas.com/read/2015/05/01/19340041/Ini.Kata.JK.Soal.Rencana.Lima.Pimpinan.KPK.Mundur.Jika.Novel.Ditahan?utm_campaign=popread&utm_medium=bp&utm_source=news). Dengan sikap yang tegar seperti ini, kendatipun mungkinakan tetap mengalami kekalahan, tetapi pimpinan KPK telah mempertanggungjawabkannya dengan baik di muka rakyat Indonesia.
Saya mengapresiasi ke lima pimpinan KPK, walaupun sebelumnya saya mempertanyakan sikap plt Ketua KPK, Taifiequrrachman Ruki (TR), yang terkesan dia, padahal sudah melewati 24 jam NB ditangkap dan belum jelas apakah akan terus ditahan atau tidak. Padahal Presiden Jokowi (PJ) telah terang benderang memberikan instruksi kepada Polri (Kapolri, Wakapolri dan jajarannya) agar penyidik KPK tsb tidak ditahan. Setelah semua upaya Polri utk melakukan rekonstruksi di Bengkulu gagal total dan desakan publik yg sangat keras, toh akhirnya muncul kesepakatan antara kedua lembaga penegak hukum tsb, bhw NB tidak ditahan dan akan langsung pulang setelah mendaratkembali di Jakarta dari Bengkulu sore ini (3/5/15).
Polri tampaknya tahu gelagat bahwa tindakan thd NB bukan saja mempertaruhkan kredibilitas pimpinannya di mata publik, tetapi juga meriskir munculnya konflik terbuka antara Polri dengan Istana. Padahal, apapun alasannya, kedudukan Kepala Kepolisian Negara berada di bawah Presiden langsung. Mengabaikan perintah atasan sama saja dengan melakukan perlawanan terbuka dan hal ini jelas hanya akan membuat Polri kian terpuruk pamor dan kredibilitasnya. Dan implikasi yg lebih luas adalah rentannya ketertiban umum dan stabilitas politik diseluruh Indonesia.
Saya sependapat dengan Kapolri bahwa proses hukum harus terus berjalan terhadap NB sampai berujung pada proses peradilan thdnya. Ini semua bisa dilakukan Polri dan para penyelidiknya tanpa harus hingar bingar dan penuh dengan statemen-2 kontra produktif. NB, sebagi seorang penyeidik KPK dan mantan anggota Polri, saya kira, akan patuh pada aturan hukum. Sebab jika tidak, berarti ia telah inkonsisten terhadap diri sendiri, lembaganya, dan aturan yang dijunjung tinggi sebagai hamba hukum. Proses hukum tidak harus gembar-gembor dan gagah-gagahan, serta memancing emosi publik di media. Justru jika elita Polri menggunakan model propaganda seperti itu, ketidakpercayaan publik malah akan meningkat dan masyarakat internasional juga akan sinis thd alat negara ini. Dan saya yakin, akal sehat pasti tidak mau jika Polri mengalami krisis kredibilitas tsb. Indonesia memerlukan kehadiran Polri yg kuat dan efektif dalam penegakan hukum. Bukan Polri yang terperangkap dalam jaring-jaring politisasi.
Simak tautan ini:
http://nasional.kompas.com/read/2015/05/01/11413971/Johan.Budi.Lima.Pimpinan.KPK.Mundur.jika.Novel.Ditahan?utm_campaign=related&utm_medium=bp&utm_source=news
Saturday, May 2, 2015
Home »
» MEMAKNAI IKRAR PIMPINAN KPK SOAL PENAHANAN NOVEL
0 comments:
Post a Comment