Saturday, May 16, 2015

ORGANISASI MASYARAKAT DAN CAP RADIKAL

Dari satu sisi, identifikasi yang dilakukan Polri bahwa ada 17 organisasi berpaham radikal di negeri ini adalah suatu usaha yang positif. Setidaknya, jika hal ini diumumkan secara terbuka, publik akan paham mana saja organisasi kemasyarakatan yang terlibat dalam perumusan dan penyebaran paham radikal tsb. Apalagi jika ternyata gagasan tersebut kemudian juga diikuti oleh tindakan-tindakan kekerasan dan bahkan menjurus pada makar. Polri sebagai sektor utama (leading sector) dalam kamtibmas dan salah satu pilar penegakan hukum di Indonesia akan mendapat apresiasi baik dari penyelenggara negara maupun waranegara.

Namun di sisi lain, identifikasi ini bisa juga negatif jika tidak diikuti dengan langkah-langkah strategis dan taktis utk penanggulangannya. Jumlah 17 organisasi berpaham radikal tsb, hemat saya, masih berpotensi bertambah banyak dan bukan malah berkurang. Ini disebabkan karena ideologi radikal tsb diwujudkan dalam berbagai organisasi yg berbeda beda secara sangat mudah. Ilustrasi paling sederhana adalah muncul dan berkembangnya situs-situs berpaham radikal, khususnya ideologi transnasional jihadi, yg memanfaatkan kebebasan dalam penggunaan jejaring media sosial. Bisa saja ideologi jihadi yg jadi landasan mereka sama atau mirip, tetapi wujudnya sangat bervariasi. Karena itu kendati identifikasi sudah dilakukan oleh Polri, namun jika tanpa disertai tindakan yg tegas, misalnya dengan pengawasan dan informasi bagi publik secara intensif, maka jumlah tsb sejatinya hanya yang tampak di atas permukaan belaka.

Dalam mengidentifikasi ormas berpaham radikal tsb, tentunya harus dipilah mana diantara mereka yg paling berpotensi melakukan kekerasan, dari jenis yang kecil sampai teror. Tidak semua organisasi yg berpaham radikal langsung akan melakukan tindakan atau aksi-aksi kekerasan atau teror dan insurgensi thd negara. Belum lagi ketika sebagian publik akan mempertanyakan batasan ttg radikal yg digunakan oleh Polri dan konsistensi aparat penegak hukum ini dalam penerapannya di lapangan. Bisa jadi istilah radikal tsb akan dimanipulasi utk kepentingan-2 politik seperti stigmatisasi kelompok dg mencap sebagai ormas radikal. Inkonsistensi ini sudah terlihat dr statemen Kapolri Badrodin Haiti (BH) sendiri: "Kalau cuma bawa bendera ISIS, mau diapakan. Susah ditindak sebelum melakukan perbuatan pidana lain." Statemen seperti ini, hemat saya, bisa menjadi excuse atau dalih menutupi kelambanan menyikapi maraknya radikalisme di Indonesia.


Simak tautan ini:

http://www.tempo.co/read/news/2015/05/12/058665519/Polisi-Identifikasi-17-Organisasi-Berpaham-Radikal
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS