Tuesday, June 16, 2015

DAN PARA POLIYO DPR PUN KIAN MENGUMBAR KERAKUSANNYA

Ketika sistem demokrasi menjadi arena utk menjungkirbalikkan tata nilai melalui "komedi omong" oleh politisi sontoloyo (poliyo), maka kerusakan batang tubuh bangsa dan negara pun hanya tinggal soal waktu saja. Para poliyo yang merasa punya kuasa, dengan lantang dan tanpa malu-malu, memamerkan kelihayan (kedunguan?) nya membolak-balik pasal-pasal Konstitusi dg seenak 'wudhel'nya sendiri. Merka dengan sangat santai dan pede bahkan berani mengatakan bahwa menolak proyek genthong babi yg bernama 'Dana Aspirasi' (DA) DPR  sama dg menolak Konstitusi!. Ini mengingatkan saya pada sebuah anekdot, ketika rakyat melaporkan aksi korupsi oleh pejabat, justru rakyat itu dijatuhi hukuman berat, dengan alasan si penanya "melakukan kejahatan membuka rahasia negara!"

Konstitusi, di tangan para poliyo hanyalah barisan kata dan kalimat yang boleh-boleh saja ditafsirkan semaunya, bahkan kalau perlu dijungkir balikkan. DA adalah sebuah proyek inkonstitusional karena ia bukan merupakan tugas dan fungsi DPR sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Kalaupun ada UU yg dipakai sebagai payung, maka UU tersebut bisa jadi: 1) ditafsirkan secara serampangan' atau 2) UU tersebut memang berlawanan dg Konstitusi dan karenanya harus diamandemen. (http://www.cnnindonesia.com/politik/20150616103828-32-60253/dana-aspirasi-bukti-dpr-melanggar-konstitusi/) Yang terakhir ini sangat mungkin karena pembuat UU (MD3) adalah para poliyo yang sekarang rame-2 menginginkan bancakan DA itu. Mereka bukan saja memutar balikkan Konstitusi, tetapi tanpa risih memberi justifikasi 25 alasan kenapa DA itu harus ada. Padahal, kalau kita baca dengan teliti ke 25 alasan itu, semuanya hanya statemen normatif. Sejatinya, alasan para poliyo Senayan untuk mengegolkan DA adlh bahwa dana itu sangat penting utk menopang parpol dan politisi berhubung pengawasan terhadap korupsi dan penyalahgunaan dana semakin ketat oleh KPK, KPU, Bawaslu, dan publik!

Para poliyo mencoba menipu dan membohongi rakyat dengan jalan mengumbar retorika  'mbulet' dan ekonomis dalam nalar dan, bahkan, kalau perlu menggunakan ayat-ayat dan dalil-dalil agama. Mereka juga akan menekan Pemerintah utk ikut menyetujuinya dengan berbagai deal dan lobi. Jika masih sulit, ya dengan mengancam tak akan menyetujui usulan anggaran kementerian atau lembaga pemerintah non-kementerian. Dan bukan hanya itu. Mereka juga melakukan kongkalikong dengan tokoh-tokoh masyarakat sipil yang diiming-imingi  proyek-2 miliaran dengan dalih aspirasi. Terhadap rakyat di akar rumput, caranya lebih mudah: asal para poliyo dan konco-2nya mengundang kumpul-kumpul dan pesta-pesta, dijamin beres dan, tentu saja, aspiratif!

Walhasil, demokrasi sebagai sebuah sistem politik di negeri ini bisa jadi tak akan berumur panjang karena sudah disulap oleh para pemain sirkus di Senayan menjadi sistem yang hanya melayani kepentingan para poliyo dkk. Sistem yg diperjuangkan para pekerjanya dengan darah dan airmata itu, selain sudah tersandera juga sudah "dialih-fungsikan" menjadi mesin utk merampok yg legitimate, yakni melalui prosedur hukum yg ditopang oleh hamburan retorika. Para poliyo merasa menang karena publik dan pemerintah juga diam dan bahkan sebagian ikut rayahan dan bancakan juga. Padahal kondisi negeri ini semakin terpuruk dalam berbagai bidang strategis: energi, pangan, pendidikan, kualitas hidup, lingkungan, dan keamanan nasional.

Simak tautan ini:

http://www.rmol.co/read/2015/06/16/206433/Fahri-Hamzah:-Menolak-Dana-Aspirasi-Sama-Saja-dengan-Menolak-Konstitusi!-
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS