Tuesday, August 25, 2015

MENIMBANG NASEHAT AMIEN RAIS KEPADA PRESIDEN JOKOWI.

Dalam sistem demokrasi yang sehat, para penyelenggara negara, termasuk Presiden Jokowi (PJ), tentu harus membuka diri terhadap nasehat, masukan, kritik, komentar, dan usulan-usulan yang konstruktif. Dari pihak pemberi nasehat, kritik, masukan, dan komentar, pun seyogyanya tidak memaksakan kehendak sehingga apapun yang diinginkannya harus dilaksanakan secara total. Pihak penasehat dan yang dinasehati perlu saling menyikapi secara proporsional sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing. Bisa jadi pihak yang menasehati juga harus mau menerima kenyataan bahwa nasehatnya dianggap tidak relevan atau tidak diikuti sama sekali oleh yg dinasihati karena pertimbangan-2 yang juga bisa dipahami secara nalar.

Nasehat mantan Ketua MPR, Amien Rais (AR), bahwa PJ harus membuat semacam musyawarah nasional karena negara sedang menghadapi krisis ekonomi adalah salah satu yang perlu dipikirkan secara nalar dan proporsional itu. Tentunya PJ berhak memertimbangkan, apakah asumsi yg dipakai AR sebagai landasan nasehat itu sudah tepat dan sesuai dg kenyataan. Asumsi tsb adalah bahwa "... semua sepakat bangunan ekonomi kita sedang goyah karena rupiah kedodoran, PHK dimana-mana," dan bahwa "... saat ini banyak setan-setan global yang akan mengacaukan NKRI..." Dg asumsi tsb, maka solusi yang disodorkan oleh AR adalah musyawarah nasional, yang melibatkan "lembaga tertinggi, MPR, DPR, MK, MA, KPK, pimpinan tinggi TNI dan Polri," dan "... pentolan partai KIH dan KMP, tokoh intelektual, ormas merah putih, wartawan yang top..."

Hemat saya, antara asumsi dengan solusi tentu harus nyambung dan setidaknya mesti ada keterkaitan yg jelas. Misalnya, kalau yang menjadi dasar asumsi adalah krisis ekonomi, mestinya yang bisa memberi masukan PJ adalah pihak-2, atau lembaga-2 yang memiliki kapasitas utk memberikan masukan yang tepat ttg masalah itu. Tentu saja bisa dikemukakan bahwa masalah krisis ekonomi memiliki keterkaitan dengan semua aspek, termasuk media, tetapi masukan yg akan diberikan kepada PJ akan sangat umum dan normatif. Bahkan bisa jadi musyawarah nasional yg mestinya bagus itu malah menjadi kancah perdebatan yang tak berujung pangkal karena fokusya menjadi tak jelas lagi. Belum lagi jika dipertimbangkan bahwa PJ tentu telah memiliki para penasihat dan pelaksana yang memiliki kemampuan dalam menelaah dan menganalisis perkembangan ekonomi nasional dan global. Apakah dengan demikian lembaga-lembaga milik Pemerintah dan Negara serta pembantu beliau dianggap tidak kapabel dalam memberikan solusi tsb?

Maka itu, jika dilihat dari usulan AR ttg diadakannya musyawarah nasional itu, saya malah melihat nasehat tsb bukan karena soal ancaman krisis ekonomi. Ia lebih merupakan sebuah nasehat yang bersifat politik, yaitu peringatan AR sebagai salah satu tokoh politik, Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) dan tokoh dalam KMP. AR menggunakan momentum kondisi perekonomian yg sedang suram ini agar PJ melakukan perubahan-perubahan drastis, termasuk orientasi kebijakan ekonomi yang dianggap AR lebih menguntungkan "setan-setan global" alias kekuatan asing. Sayangnya, strategi AR ini bisa saja berbalik menghantam PAN sendiri yang dalam pemerintahan sebelumnya justru menjadi bagian dari Pemerintah SBY yang sangat pro asing, dan bahkan sering dikritik sebagai rezim yang menganut neoliberalisme itu.

Terpulang kepada PJ dan Pemerintahannya, apakah akan meladeni dan memertimbangkan nasehat mantan Ketum DPP PAN dan Ketum PP Muhammadiyah tsb. Yang jelas, apa yag dikemukakan AR tentunya akan menjadi wacana politik dan akan digemakan oleh PAN dan KMP serta pendukungnya.
 
Simak tautan ini:
 
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS