Tuesday, October 13, 2015

IMPOTENSI MKD-DPR DAN PROSES PEMBUSUKAN PARLEMEN

Masih ingat kasus pemeriksaan terhadap Ketua dan Wakil Ketua DPR-RI oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR yg terlibat dalam "Trump-gate"? Perkembangan terakhir kasus ini menunjukkan bahwa MKD tidak bisa berbuat apa-apa selain mengumbar suara lantang, tetapi kemudian malah disepelekan. Simak saja komentar Wakil Ketua DPR-RI, Fadli Zon (FZ) tentang rencana Junimart Girsang (JG), Wakil Ketua MKD-DPR, yang kabarnya akan meminta bantuan Polri utk memanggil paksa FZ dan Ketua DPR, Setya Novanto (SN). JG tampaknya beram karena panggilan MKD kepada kedua pimpinan DPR tersebut tak kunjung dipenuhi dengan berbagai alasan, seperti beribadah haji atau karena sibuk.

Apapun alasannya, peristiwa ini bisa menjadi indikator tentang rendahnya pengawasan internal DPR yang dijalankan oleh MKD, berikut rendahnya wibawa lembaga itu. Jika ini dikaitkan dengan kinerja DPR secara keseluruhan, maka kasus ini juga menjadi salah satu dari berbagai bukti bahwa DPR hasil Pileg 2014 sangatlah tidak bisa dibanggakan oleh Rakyat, alias jeblog mutunya. Kalaulah ada "prestasi" dari para wakil rakyat itu, maka yang menonjol adalah keberhasilan mereka membikin gaduh perpolitikan dan mengganggu stabilitas Pemerintah Presiden Jokowi (PJ). Dan "prestasi" seperti itu sejatinya lebih layak disebut dengan "kegagalan" dalam menjalankan fungsi. Belum lagi kalau ditambah dengan sederet kegagalan-2 lain, misalnya tugas legislasi yang jauh meleset dari target, dan tugas dalam anggaran yang malah berusaha membuat program "genthong babi" utk para anggota DPR yang belum punya prestasi apapun.

Kembali ke soal MKD. Jika lembaga ini nanti tetap gagal menghadirkan SN dan FZ utk diperiksa dan malah direken sepi, maka di waktu yang akan datang lembaga ini akan semakin tidak efektif serta menjadi pajangan belaka. Selanjutnya jika kasus pemeriksaan ini tertunda-tunda, apalagi kemudian hilang terbawa angin, maka berarti DPR dengan sengaja telah meremehkan aspirasi rakyat yang menginginkan agar kasus "Trump-gate" itu diperiksa dan jika terbukti melanggar etika DPR, harus diberi sanksi. Rakyat pasti akan mencatat perilaku DPR seperti itu dan implikasinya adalah semakin tereduksinya kepercayaan mereka.

DPR mestinya tak perlu diingatkan bahwa rakyat Indonesia sudah pernah mencabut mandat mereka kepada para wakilnya pada 1965 dan 1998. Tentu saja dalam sistem demokrasi konstitusional, hal demikian tak boleh terjadi karena hal itu menunjukkan adanya kerusakan akut dalam lembaga politik dan dampaknya juga akan sangat tidak sehat bagi batang tibuh sistem politik itu sendiri. Namun sejarah politik mengajarkan bahwa jika pembusukan di DPR terjadi, maka pencabutan mandat oleh rakyat pun tak terhindarkan. Sebelum peristiwa tsb terulang, lebih baik MKD dan pimpinan DPR menyadari bahwa mereka bukan kekuatan politik yang Mahakuasa, sehingga bisa bertindak seenak jidatnya sendiri-sendiri dan mengabaikan kehendak rakyat.
Simak tautan ini:
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS