Friday, November 20, 2015

POSISI FREEPORT DALAM KASUS LAPORAN MENTERI ESDM

Tabir yang menyelimuti kasus pencatutan nama Presiden Jokowi (PJ) dan Wapres JK sedikit demi sedikit mulai terkuak. Kini Ketua DPR-RI, Setya Novanto (SN), yang mengambil inisiatif untuk menjelaskan duduk perkara pertemuannya dengan Dirut Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin (MS) dan Riza Khalid (RK) yang rekamannya diserahkan Menteri ESDM, Sudirman Said (SS), kepada MKD DPR. SS menuding SN mencatut nama PJ dan JK untuk mendapat saham dari perusahaan tambang temnaga dan emas dari Amerika tsb. Tapi versi SN berbeda: ia menyatakan "ada penawaran saham oleh Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin (MS, ed.)." kepada RK. Selain itu, masih menurut pentolan Partai Golkar tsb, ia juga mencurigai perekaman pembicaraan pertemuan tsb yang transkripnya pun dikatakannya tidak lengkap. Walhasil, menurut SN, penyebaran transkrip rekaman itu adalah semacam 'blackmail' terhadap nya.

Versi SN ini membawa kepada sebuah dugaan sementara bahwa peran dari Dirut Freeport, MS, perlu dikalirifikasi dan didalami. SS sendiri melaporkan SN ke MKD DPR berawal dari informasi yang diperolehnya dari MS. Kendati masih spekulatif, tetapi jika dilihat dari pernyataan SN dan SS tsb, sulit utk menepis dugaan bahwa rekaman pertemuan bersumber dari pihak Freeport. Tambahan pula jika kita menggunakan pendekatan pihak yang paling diuntungkan dengan keberadaan rekaman tsb, jelas SN paling tidak diuntungkan dg rekaman tsb. Kalaupun SS bisa saja diuntungkan dg adanya rekaman itu, tetapi fakta yg ada menunjukkan bhw ia bukan salah satu pihak yang melakukan pertemuan. Jadi dugaan sementara yang paling kuat tentunya cenderung mengarah pada pihak yang berkepentingan dengan perpanjangan kontrak karaya dengan Pemerintah RI, yaitu Freeport.

Statemen SN ini kendati masih perlu dibuktikan kebenarannya, tetapi tetap saja sangat penting karena menjadi salah satu indikator kuatnya pengaruh Freeport. Bbrp waktu lalu di wall facebook ini, saya mengingatkan Menko Kemaritiman dan Sumberdaya, Rizal Ramli (RR), agar berhati-hati dalam menghadapi korporasi multinasional ini karena pengaruh dan kekuatan politiknya yang sangat besar baik di negeri ini maupun di negaranya, AS. Fakta bahwa Dirutnya sekarang adalah seorang mantan Wakil Kepala BIN, hemat saya, sudah bisa menjadi petunjuk bagaimana korporasi tsb memelihara akses politik di Indonesia. Bagi Freeport, perpanjangan kontrak karya ini merupakan jalur hidup (life line) yang mesti diperjuangkan dengan segenap tenaga dan upaya karena menyangkut survival konglomerasinya dan keuntungan luar biasa yang bisa dibawa pulang ke negaranya. Maka ketika perpanjangan kontrak mengalami ganjalan, tentunya akan sangat logis jika Freepot menggelar berbagai macam lobi termasuk politik di jantung kekuasaan RI. Dan jika ada pihak-pihak yang dipandang berpotensi menjadi kendala tentu juga mesti diantisipasi sedini mungkin.

Dengan adanya versi-versi yang berbeda-2 atas pertemuan tsb, maka makin penting agar semua pihak diperiksa agar diketahui publik. Penuntasan soal ini tak boleh berhenti hanya pada SN saja. Bagi saya, terlepas dari validitas versi SN ini, ia merupakan salah satu bukti betapa urusan Freeport di Papua ini sangat sarat dan berat muatan politiknya dan karenanya, sangat berdampak serius bagi keamanan nasional NKRI. Ia bukan hanya soal hasil royalti atu pajak atau CSR bagi Papua dan Indonesia, tetapi juga masalah kedaulatan, kemandirian, martabat, dan keamanan nasional negara-bangsa. Pemeriksaan oleh MKD DPR saja, hemat saya, tidak mencukupi. Harus ada penyelidikan yang lebih mendalam dan luas lagi.
 
Simak tautan ini:
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS