Wednesday, January 27, 2016

MENGKRITISI TIM PENGAWAS INTELIJEN BIKINAN DPR

Secara aturan main dan semangat berdemokrasi, keberadaan sebuah tim pengawas terhadap komunitas intelijen (Timwastel) adlh suatu hal yang niscaya dan sangat penting dibentuk. Dalam UU No. 17 Th 2011 tentang Intelijen Negara hal tersebut secara eksplisit disebutkan dalam pasal 43, yang intinya menyebutkan bahwa DPR berhak membentuk tim pengawas intelijen. DPR pun telah menetapkan Peraturan No. 2 Th 2014 tentang tim tersebut.

Pada hakekatnya, komunitas ntelijen sebuah negara yang menganut paham demokrasi tentu saja harus dilaksanakan dalam rambu-rambu demokrasi, yang salah satunya adalah keharusan adanya pengawasan terhadap setiap lembaga negara, termasuk yang memiliki kekhususan seperti komunitas telik sandi tsb. Tanpa ada akuntabilitas, maka perangkat yang satu ini sangat rentan terhadap penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. Sehingga fungsi utama intelijen sebagai mata dan telinga dari bangsa dan negara akan berbalik menjadi sumber ancaman bagi pertahanan dan keamanan keduanya!

Itu sebabnya pembentukan sebuah Tim Pengawas Intelijen (Timwastel) oleh DPR secara prinsip harus diterima oleh penyelenggara dan warga negara RI. Yang menjadi persoalan bukan soal keberadaan tim itu benar. Tetapi sampai sejauhmanakah efektifitas tim tersebut dan benarkah ia, sebagaimana diklaim oleh para politisi Senayan, akan memperkuat komunitas intelijen di negeri ini? Di sinilah saya harus menyatakan keraguan namun tetap berpikir positif. Keraguan saya disebabkan oleh beberapa hal: 1) Belum jelasnya 'aturan main' (rule of the game) dan 'aturan pelibatan' (rule of engagement) dari tim tersebut terkait kewenangan pengawasan tsb; 2) Kapasitas dari anggota tim sendiri dalam dunia intelijen, khususnya dalam soal clearance mereka terkait informasi intelijen; 3) bagaimana hasil dari pengawasan mereka akan diberikan kepada siapa dan implikasinya bagi keamanan nasional. Sebenarnya masih ada beberapa concern say, namun utk sementara itu dulu.

Belum jelasnya aturan main utk Timwastel ketika berhubungan dg komunitas intelijen akan membuka peluang kepada kemungkinan politisasi yg dampaknya sangat berbahaya bukan saja bagi intelijen, tetapi juga bagi keamanan nasional. Apakah Timwastel DPR akan masuk ke dalam wilayah operasional intelijen dengan segala substansinya, ataukah hanya pada level tertentu saja? Di negara-2 paling maju dalam berdemokrasi pun persoalan ini kerap menjadi sumber kontroversi. Apalagi jika para politisi itu nanti kebelet mengungkapkan apa yang mereka dapatkan kepada publik karena menguntungkan kepentingan politik jangka pendek.

Lebih repot lagi, dlm pandangan saya, adalah bhw di negeri ini tampaknya belum ada aturan atau kriteria tentang penting clearance bagi pihak-2 yang akan terkait dengan intelijen, kecuali mereka yg telah disumpah sebagai anggota komunitas telik sandi itu. Bahaya dari ketiadaan clearance ini sangat jelas: rajasia intelijen bisa saja dibocorkan oleh pihak-2 yang tidak memiliki komitmen dan loyalitas serta kredibilitas. Dan yang tak kalah mengkhawatirkan adalah bagaimana hasil pengawasan tsb akan di diseminasikan. Apakah utk kalangan internal pimpinan DPR atau juga utk Pemerintah dan juga publik pada umumnya?

Kendati saya mengapresiasi pembentukan timwastel DPR ini, tetapi jujur saya saya sangat meragukan efektifitasnya. Dalam kondisi negara yg sedang menghadapi ancaman kamnas yg cukup serius saat ini, keberadaan tim masih belum mendongkrak rasa tenteram (peace of mind) tetapi justru menambah lagi kendala bagi upaya-2 pemberdayaan komunitas intelijen yang sangat penting bagi bangsa dan NKRI.

Simak tautan ini:

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS