Saturday, February 27, 2016

MENYIMAK KONVENSI CAGUB MUSLIM DKI

Pilkada Gubernur DKI sudah mulai bergulir dan cuasa politik pun mulai menghangat kendati mendung tebal nyaris tiap hari menggantung di langit Jakarta, dan hujan lebat mengguyur serta banjir mulai merendami beberapa kawasan. Cuaca politik panas tsb tentu tak lepas dari bermunculannya para calon kandidat Gubernur yang ingin bersaing melawan petahana, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (BTP), yg dikenal dengan panggilan akrab Ahok itu. Kendati terdengar dupliktif, istilah 'calon kandidat' memang tepat karena belum tentu semua nama yg kini beredar di ranah publik nanti benar-2 akan menjadi kandidat yg bertarung di TPS-TPS. Dari sekian banyak calon yg moncer namanya sampai yang cuma selentingan belaka, palin-paling yg akan jadi kandidat hanya 3 sampai 5 top.

Nah, karena saking bejibunnya jumlah calon kandidat itulah maka ada upaya utk penyaringan dengan tujuan agar segera ditemukan penantang Ahok yg benar-benar berkualitas 'mintilihir' (top) dan bisa mengalahkan sang petahana yang menurut survei terakhir popularitasnya diatas 50% itu. Salah satu upaya tsb digagas oleh ormas Islam bernama Majelis Tinggi Jakarta Bersyariah (MTJB), dengan menggelar apa yg disebut dengan Konvensi Calon Gubernur Muslim (KCG) DKI. Dari namanya seja publik sudah tahu kira-kira apa tujuan KCG-DKI itu, yaitu mencari kandidat DKI-1 yg benar-2 bisa menjadi pesaing utama Ahok. Motif politik dari konvensi ini tentu tidak jauh-jauh dari agenda lawas: yakni aspirasi sebagaian kelompok Islam di DKI utk menggantikan sang Gubernur, yang non Muslim itu, dengan seorang Gubernur baru yang Muslim.

Hemat saya, upaya ini tentu tidak haram dari segi Konstitusi, maupun aturan hukum yang berlaku. Namun pada saat yg sama gelar KCG-DKI ini bisa menjadi salah satu indikasi menguatnya politik identitas yg sejatinya telah terasakan sejak pria asal Belitung itu menjadi cawagub dari Pak Jokowi (PJ), yg kini menjadi RI-1. Kita masih ingat betapa gencarnya kampanye negatif terhadap pasangan Jokowi-Ahok, yang menggunakan wacana politik Identitas dan bahkan disinyalir terjadi kampanye beraroma SARA yg sangat keras. Selanjutnya penolakan terhadap Ahok sebagai penerus PJ sebagai Gubernur pun setali tiga uang, bahkan sempat terjadi tindak kekerasan dari sekelompok ormas Islam DKI. Dan ketika Ahok lolos sebagai Gubernur, gangguan yg bermotif politik identitas itu pun bergeming. Sampai sekarang.

Perkembangan ini sungguh sangat disayangkan, karena DKI adalah etalase utama Republik ini, dan apapun yg terjadi dalam dinamika Pilgub 2017 pasti akan dipantau oleh seluruh rakyat Indonesia, bahkan dunia. Jakarta seharusnya adalah panggung pagelaran demokrasi konstitusional yg menjadi rujukan, contoh, dan teladan bagi seantero negeri. Dan manakala politik identitas yg sarat dengan primordialisme menjadi fenomena yg mengemuka, maka pendulum politik Indonesia pun akan terpengaruh, setidaknya menjadi contoh dan penguat bagi pengguna dan penggemar idiom-idiom, aspirasi, dan gerakan politik identitas.

Gubernur Ahok mengerti dinamika ini dan beliau tampaknya tak terlampau terkejut dan terkesan yakin bahwa dirinya akan bisa mengatasi kompetitor yang satu ini. Toh beliau juga memberikan pandangan kritisnya, dengan mengatakan bahwa "(s)aya kira sudah enggak zaman. Pendiri negara ini sudah menetapkan dasar Pancasila dan UUD 1945. Konvensi gubernur kok pakai bedain agama. Itu kita biarin.." Pandangan Gub Ahok, jika dilihat dari perspektif membangun demokrasi yang inklusif, tidak salah. Bahkan saya pribadi sepakat dengan visi itu. Bagaimanapun juga salah satu indikator keberhasilan membangun sebuah sistem demokrasi konstitusional di negeri ini adalah terwujudnya sebuah proses politik yg inklusif berdasarkan prinsip kesederajatan kewarganegaraan.(http://news.liputan6.com/read/2445784/reaksi-ahok-dengar-rizieq-gelar-konvensi-cagub-islam)

Kita lihat saja apakah gelar KCG-DKI nanti akan menghasilkan cagub DKI yg memiliki kualitas mumpuni dan inklusif, ataukan penyokong dan penguat eksklusivisme identitas di ibu kota Republik Indonesia ini.

Simak tautan ini:

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS