Wednesday, February 17, 2016

REVISI UU KPK BEBAS DARI KEPENTINGAN POLITIK?

Omongan politisi perempuan dari Fraksi PDIP, Riska Mariska (RM), yang mengatakan dirinya menjamin bahwa "revisi [UU KPK] itu bebas dari kepentingan politik", hemat saya harus dianggap sebagai sebuah retorika politik murahan, untuk tidak menyebutnya sebagai sebuah pembohongan publik tanpa risih. Saya khawatir jangan-jangan politisi ini malah tidak tahu sebenarnya dia sedang bicara apa. Kalau menggunakan nalar waras yg paling sederhana saja, apapun yang keluar dari lembaga politik tentunya tidak akan lepas dari kepentingan politik. Apalagi kalau terkait legislasi yang, dimana pun di dunia ini, semuanya merupakan sebuah produk politik dari sebuah lembaga politik (DPR). Omongan RM itu ibarat mengatakan bahwa terjadinya musim kemarau sama sekali tidak ada kaitannya dengan matahari.

Mengapa politisi Senayan seperti RM terkesan menganggap bahwa nalar tidak penting dalam politik? Mungkin jawabannya macam-2. Bagi saya, jawabannya terletak pada ketidak mampuan politisi tsb utk memahami apa sebetulnya fungsi dan tugasnya sebagai seorang wakil rakyat dan pengemban amanat rakyat yang memilihnya. Bisa saja dia mengira bahwa tugas seorang politisi, khususnya anggota Parlemen, adalah asal "njeplak" dan syukur-2 dimuat media dan membuatnya dikenal publik dan mendapat pujian bossnya. Karena itu, menurutnya tidak diperlukan suatu kemampuan pemahaman yang paling elementer sekalipun mengenai kerja politik. Itu sebabnya, ia bisa menyatakan sebuah produk legislasi bebas dari kepentingan politik!

Sudah barang tentu politisi model begini bukan saja akan merugikan partainya sendiri (PDIP), tetapi juga menjadi "ikon" karikatur konyol tentang kualitas anggota Parlemen di era reformasi. Harapan bahwa reformasi akan menghasilkan para politisi dan/ atau negarawan berkualitas tinggi dan paham aspirasi rakyat, tentu saja menjadi kian meredup. Alih-alih mau dan mampu mengakomodasi dan menyalurkan aspirasi rakyat (yg dalam hal ini terkait dengan pemberantasan korupsi), politisi macam RM justru membaliknya: kepentingan parpol jangka pendeklah yang diutamakan. Pertanyaannya kemudian, jika kualitas politisi dari sebuah partai yang berkuasa hanya semacam ini, apakah mungkin agenda-agenda reformasi akan bisa dilaksanakan? Rasanya itu adalah sebuah "hil yang mustahal".

Setelah membaca omongan RM ini saya semakin yakin bahwa reformasi total terhadap parpol di negeri ini sudah sangat diperlukan, bahkan mungkin sudah rada kedaluwarsa. Salah satu tujuan utama reformasi total tsb adalah memberdayakan parpol sebagai salah satu pilar utama sistem demokrasi. Dan salah satu indikator keberhasilan reformasi tsb adalah meningkatnya kapasitas para politisi di Parlemen sehingga mereka layak utk diserahi tugas secara profesional dan efektif.

Simak tautan ini:

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS