Tuesday, March 29, 2016

DESAKAN KIP TERHADAP LAPORAN KEUANGAN MUI

Desakan Komisi Informasi Publik (KIP) agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuka laporan keuangannya kepada publik, saya kira perlu didukung oleh rakyat Indonesia dan Pemerintah. Sebagaimana dikemukakan oleh Ketua KIP, Abdulhamid Diporamono (AD), lembaga non-pemerintah tsb wajib melakukan laporan terbuka kepada publik karena ia mendapat alir dana dari APBN dan juga dari berbagai kementerian, selain dari masyarakat. Menurut AD, dana masyarakat tsb "berasal dari sertifikasi halal". Yg disebut terakhir itu, masih menurut DA, "... bukan saja untuk produk makanan, minuman, dan kosmetik, tetapi juga semua barang dan jasa."

Saya sependapat bahwa publik berhak utk mengetahui seberapa banyak dana yang dimiliki MUI, dan juga apa saja peruntukannya, dan, yg tak kalah penting, adalah akuntabilitasnya terhadap publik. MUI yg sudah malang melintang sejak masa Orde Baru itu seharusnya mematuhi aturan perundang-undangan yg berlaku, khususnya dalam masalah pertanggungjawaban dana yang diberikan oleh negara melalui APBN dan instansi-2 Pemerintah melalui berbagai program yang mereka buat bersama atau sendiri-sendiri. Akuntabilitas publik itu juga mestinya berlaku sama terhadap semua lembaga yang juga menerima dana dari negara, Pemerintah serta masyarakat. Sebagaimana yg ditentukan oleh UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), MUI adalah termasuk sebuah badan publik, yakni badan yang merupakan bagian dari lembaga-2 negara dan "badan lain atau organisasi nonpemerintah yang sumber dananya berasal dari APBN, APBD, dan sumbangan masyarakat."

Salah satu konsekuensi dari aturan ini adalah MUI mesti melaporkan keuangannya serta diaudit oleh lembaga auditor yang telah ditentukan oleh Pemerintah, dan hasilnya bisa diketahui oleh publik. Dengan demikian publik bisa melihat dan mengevaluasi secara transparan apakah ormas ini melaksanakan aturan dan bisa dimintai pertanggungjawaban jika terjadi penyalahgunaan. Khususnya dalam persoalan biaya terkait dg sertifikasi halal, saya kira hal itu perlu mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah dan publik. Rasanya publik (termasuk saya sendiri) masih banyak yang tidak paham bagaimana pengelolaan dana-dana yg terkumpul dari sertifikasi ini, termasuk penggunaannya dan bagaimana pertanggungjawaban publiknya.

Sebagai sebuah organisasi, keberadaan MUI bukan hanya di Pusat tetapi juga di berbagai daerah di seluruh Nusantara. Dan karena itu aturan terkait pelaporan dana itu juga tentunya berlaku bagi mereka. Saya yakin MUI di daerah-2 juga menerima aliran dana yang sama dari Pemerintah (APBD) dan juga dari masyarakat. Keterbukaan dalam masalah keuangan akan membuat kredibilitas ormas spt MUI terjaga. Sebaliknya apabila ia tertutup maka akan menciptakan berbagai spekulasi yang dampaknya justru dapat mengurangi kredibilitas tsb.Kita tunggu bagaimana respon MUI menyikapi desakan KIP ini.

Bravo KIP!!

Simk tautan ini:
https://nasional.tempo.co/…/komisi-informasi-desak-mui-buka…
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS