Friday, August 19, 2016

MEMBERIKAN STATUS WNI KEPADA ARCANDRA, PRESIDEN PERLU BERHATI-HATI


Pasca pemberhentian Arcandra Tahar (AT) sebagai Menteri ESDM karena ketahuan berkewarganegaraan ganda, muncul desakan dari berbagai kalangan agar Presiden Jokowi (PJ) dengan persetujuan DPR segera memberikan status WNI kembali kepada yang bersangkutan. Dari sisi legal formal dan teknis barangkali persoalannya tidak rumit. Bahkan ada wacana yang muncul dari pihak Pemerintah, dalam hal ini Dirjen AHU Kemkumham), Freddy Harris, bhw "proses pemberian status WNI Arcandra akan rampung dalam waktu sepekan." Demikian pula dari sebagian kalangan dari DPR, politisi, pakar, dan publik, dorongan kepada PJ agar memproses secepatnya pengembalian status AT sebagai WNI cukup deras. (http://www.beritasatu.com/nasional/380433-arcandra-segera-kembali-jadi-wni.html). Secara umum, argumen mereka adalah karena AT adalah 'aset bangsa', 'orang hebat', atau membandingkan ybs dg para pemain bola yang mudah dinaturalisasi menjadi WNI, walaupun mereka belum tentu berkontribusi luar biasa bagi persepakbolaan nasional!

Saya tidak menolak argumentasi pragmatis dan teknis pihak-2 yang mendorong agar PJ segera memberikan status WNI kepada mantan Menteri tsb. Bahwa kualifikasi, kapasitas, dan reputasi TA hebat di bidang engineering, eksplorasi minyak dan gas, dan sebagainya, saya kira tak perlu dibantah. Sehingga jika hanya dilihat dari aspek ini, maka memberikan status WNI kpd beliau, pasca-pencabutan sebagai warganegara AS, adalah sangat nalar. Apalgi kalu secara teknis legal formal juga sudah dijamin oleh pihak yang paling berwenang seperti Kemenkumham itu.

Namun saya ingin mengingatkan Pemerintah, khususnya PJ, agar tidak terburu-buru dan memberi waktu cukup agar kebijakan tersebut bisa dilaksanakan secara tepat dan sesedikit mungkin menciptakan masalah atau pukulan balik. Ini tentu saja tidak terkait dengan soal kualitas dan soal teknis di atas, tetapi terkait dengan implikasi politik yang akan muncul. Mengapa demikian? Beberapa hal ini perlu dijadikan bahan pertimbangan: 1) Ihwal mengapa AT tidak transparan dalam soal status kewarganegaraan; 2) Sejauhmana PJ mendapat informasi ttg status kewarganegaraan AT sebelum diangkat menjadi anggota Kabinet. Kalau beliau sudah tahu ttg kewarganegaraan ganda AT, kapan dan siapa yang memberitahu. Sebaliknya, jika PJ tidak mendapat informasi tsb, mengapa hal itu bisa terjadi?: 3) Apakah dengan memberikan status WNI kepada AT lantas berarti beliau akan diberikan jabatan strategis dalam Pemerintahan oleh PJ?

Pertanyaan pertama sangat penting karena hal tsb kini mulai menjadi wacana. Prof. Ikrar Nusa Bakti (INB) dan Prof. Hikmahanto Yuwana (HY) adalah dua nama terkemuka dalam dunia akademis dan cendekiawan yg integritasnya sangat teruji, mengemukakan keraguannya thd AT karena yang disebut terakhir ini dianggap tidak jujur dan bahkan bisa dianggap sebagai 'kebohongan publik' (http://news.okezone.com/read/2016/08/19/337/1468084/ini-kesalahan-arcandra-tahar-soal-dwi-kewarganegaraannya). Demikian pula pihak Pemerintah, khususnya para pembantu PJ yang terkait, yang tidak transparan dan bertindak cepat memberikan klarifikasi kepada publik.

Pertanyaan kedua juga sangat penting karena hal itu terkait dengan kinerja dan sinergi pihak Pemerintah, khususnya lingkaran dalam Istan, yang sangat buruk dan merugikan PJ. Walaupun PJ telah mengambil tindakan, yg menurut saya, tegas, tepat, dan efektif dengan memberhentikan AT sebagai menteri, tetapi hal itu masih juga dipertanyakan oleh sebagian kalangan khususnya para lawan politiknya. Ramifikasi politik pasca keputusan tsb masih perlu dipantau dan dikendalikan, jangan sampai malah menciptakan masalah baru karena terburu-buru mengikuti desakan segera memberi status WNI kpd AT.

Yang terakhir, publik belum jelas apakah pemberian status WNI itu akan disusul dengan pembrian jabatan strategis kpd AT, apalagi sampai kembali menduduki jabatan Menteri yg sama. Kendati kualifikasi AT sangat hebat dan beliau sangat diperlukan oleh Pemerintah utk membantu melaksanakan pembangunan di bidang energi, tetap saja perlu dipikirkan implikasi negatif secara politis yang akan muncul. Menurut Prof INB, misalnya, "jika (AT) dilantik kembali setelah mendapatkan kewarganegaraan Indonesia, hal itu dapat menjadi wacana baru bagi DPR untuk mengkritik pemerintah." (http://nasional.kompas.com/read/2016/08/19/18463931/menteri.esdm.dianggap.posisi.basah.arcandra.disarankan.tak.segera.dilantik.kembali). Saya cenderung sepakat dengan kehati-2an tsb, agar PJ tdk grusa-grusu dalam merespon tekanan pihak-2 yang berfikir pragmatis.

Simak tautan ini:

Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS