Thursday, August 11, 2016

MEMELIHARA TOLERANSI DALAM MASYARAKAT MAJEMUK

Hari kedua sebagai undangan di Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Yogyakarta, 10/08/2016, saya menjadi pembicara dalam seminar nasional mengenai toleransi. Kalau hari sebelumnya saya bicara soal deradikalisasi (yang sudah saya posting di blog THF ini), dlm seminar ini saya bicara mengenai radikalisme dan intoleransi.

Perspektif yg saya gunakan adalah globalisasi dan dampaknya dalam dalam kehidupan masyarakat baik pada tataran nasional maupun internasional, khususnya kehidupan budaya. Radikalisme dan intoleransi memiliki kaitan yang erat, karena keduanya bermuara pada munculnya kebencian dan kekerasan. Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, globalisasi dalam aspek budaya akan menghadapkan berbagai nilai dan orientasi dari luar dengan yang sudah dimiliki. Hibriditasi budaya adalah salah satu hasilnya: hampir sulit untuk mengklaim 'keaslian' dan otentisitas produk budaya saat ini. Apalagi di masyarakat Indonesia yang DNA nya adalah kemajemukan budaya.

Intoleransi menjadi ancaman serius karena kemajemukan menyiratkan sikap penerimaan, pemahaman, pengakuan, dan bahkan penghormatan terhadap keberbagaian. Kegagalan untuk menjadikan sikap toleran sebagai salah satu orientasi nilai dasar dalam kehidupan bermasyarakat di negeri kita akan memudahkan muncul dan berkembangnya radikalisme.

Peran organisasi masyarakat sipil Indonesia (OMSI), termasuk tetapi tdk terbatas pada Universitas, adalah memberikan pencerahan dan menanamkan nilai toleransi dalam kehidupan yang semakin kompleks saat ini dan di masa depan dalam konteks globalisasi. Para agamawan, cendekiawan, tokoh-tokoh masyarakat harus mampu memilah dan memilih aspek-2 mana dari globalisasi yg punya nilai positif bagi kehidupan masyarakat kita yg majemuk dan negara kita yg berdasar Pancasila dan UUD 1945.
Share:

0 comments:

Post a Comment

THF ARCHIVE

FP GUSDURIANS