Nasionalisme bisa dipahami sebagi suatu carapandang individu mengenai hubungan dirinya dengan suatu bangsa (nasion). Sedangkan negara merupakan pengejawantahan gagasan ber bangsa dalam bentuk sebuah komunitas politik yang memiliki komponen-2 utama: wilayah, warganegara, dan pengakuan kedaulatan. Dengan demikian kaitan antara nasionalisme dengan kewarganegaraan adalah kaitan integratif: nasionalisme menjadi nyata setelah terbentuknya sebuah nation-state. Sebelum ada nation-state maka nasionalisme bisa saja hanya merupakan gagasan, cita-cita, program, atau yang serupa tetapi ia belum menjadi sebuah kenyataan.
Konsekuensinya adalah bahwa jika seseorang dengan secara sadar dan tanpa paksaan mengakui dan bersumpah setia menjadi warganegara sebuah nation-state, maka ipso facto nasionalismenya ada pada negara tersebut. Jika seseorang memiliki kewarganegaraan dobel, maka ia berarti memiliki loyalitas ganda terhadap dua negara dan karenanya nasionalismenya pun tak lagi tunggal. Terdapat negara yang tidak lagi memersoalkan loyalitas dan nasionalisme warganegaranya melalui status kewarganegaraan mereka, sehingga memberi kesempatan untuk menjadi warganegara ganda. Namun ada juga negara yang masih menggunakan konsep nasionalisme terkait dengan loyalitas terhadap nation-state, sehingga mewajibkan warganegaranya hanya memiliki satu kewarganegaraan.
Republik Indonesia mengikuti pandangan integratif dalam hal hubungan antara kewarganegaraan dengan nasionalisme. Seorang warganegara Indonesia tidak bisa menjadi warganegara lain untuk menunjukkan loyalitas thd negara-bangsa, selain karena kewarganegaraan merupakan salah satu komponen utama negara RI. Perpindahan seorang WNI menjadi WNA atau sebaliknya diperbolehkan karena merupakan hak asasinya, namun harus mengikuti aturan yang dberlaku di NKRI. Itulah sebabnya terdapat UU Kewarganegaraan No. 12 Th 2006, dan PP N0.2 Th 2007 yg mengatur mengenai masalah tsb.
Jika demikian, maka dalam menyikapi kasus Menteri ESDM, Arcandra Tahar (AT), kedua komponen di atas, nasionalisme dan aturan hukum, harus digunakan. Selain itu tentu saja dimensi kepentingan nasional, termasuk keamanan nasional serta kepentingan strategis perlu dipertimbangkan secara serius. Dari aspek nasionalisme, hemat saya, pilihan AT utk berpindah menjadi warganegara AS adalah sah-sah saja. Namun jika ditilik dalam perspektif nasionalisme, hal itu berarti ia juga memilih meninggalkan loyalitas thd negara-bangsa RI. Masalahnya jika ingin kembali menjadi WNI, apakah kemudian berarti nasionalisme beliau baik seperti yang dinyatakan oleh Menkopolhukam Wiranto (W)? (http://baranews.co/web/read/70259/kewarganegaraan.arcandra.administrasi.negara.ceroboh#.V7EyqqJ8P54)
Saya kira hal itu bisa diperdebatkan secara normatif. Hemat saya, nasionalisme sebagaimana dipahami di negeri ini, akan sulit menerima pandangan Pak W, sebab loyalitas terhadap negara-bangsa akan terkesan bisa berpindah-pindah sesuai kepentingan sesaat. Adakah jaminan, misalnya, jika TA sudah selesai bertugas sebagai Menteri lalu tidak akan 'pindah' lagi? Secara lebih filosofis, lalu apa arti sebuah kewarganegaraan bagi negara Indonesia. Di sinilah relevansi dari pertanyaan Prof. Emil Salim (ES), mengenai perpindahan kewarganegaraan TA. Beliau bertanya dalam cuitan twitternya: "Bila sang Menteri mudah bolak balik dari warga negara satu ke lain, perlu dipertanyakan dimana ketetapan hati dalam memilih Ibu Pertiwi?"
Pak W, saya rasa, menggunakan pendekatan yang mirip dengan Pak Hendropriyono (HP), dalam menyikapi masalah TA ini. Keduanya menggunakan landasan pragmatisme politik untuk kepentingan rekruitmen anggota Kabinet sehingga menyikapi perpindahan kewarganegaraan secara taktis dan mengabaikan pertimbangan yang lebih filosofis dan strategis. Kelemahan dari pertimbangan pragmatis tsb adalah: 1) Mengabaikan kaitan antara nasionalisme dan negara-bangsa; 2) Secara teknis akan bertabrakan dengan ketentuan-2 norma hukum dari UU maupun PP yg terkait dengan Kewarganegaraan Indonesia. (http://news.detik.com/berita/3275230/denny-indrayana-status-wni-arcandra-otomatis-gugur-dan-tak-perlu-keputusan-presiden; http://nasional.inilah.com/read/detail/2317143/yusril-jawaban-arcandra-tak-ada-artinya).
0 comments:
Post a Comment